Penentuan Dan Perhitungan Curah Hujan Serta Intensitas Curah Hujan (Dewatering)

 LANDASAN TEORI

3.1.1.    Curah Hujan

Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu satuan Luas permukaan pada suatu jangka  waktu tertentu. Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem penyaliran dan sangat berpotensi terjadi erosi, Karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya air limpasan. Besar kecilnya curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dalam jangka waktu yang relatif lama, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam m3/satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). curah hujan 10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m2 adalah 10 liter. Angkah-angkah curah hujan yang diperoleh sebelum diterapkan dalam rencana pengendalian air permukaan harus diolah terlebih dahulu. Data curah hujan yang akan dianalisis adalah curah hujan harian maksimum dalam satu tahun dinyatakan dalam mm/24 jam.

 

3.1.2.      Intensitas Curah Hujan

Intensitas Curah Hujan adalah jumlah hujan yang jatuh dalam areal tertentu dalam jangka waktu yang relatif singkat, dinyatakan dalam mm/detik, mm/menit dan atau mm/jam. Untuk mengetahui intensitas curah hujan disuatu tempat, maka digunakan alat pencatat curah hujan. Intensitas curah hujan biasanya dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam, yang artinya tingkat dan kedalaman yang terjadi adalah sekian mm dalam periode 1 jam. Untuk itu hanya didapat dari data pengamatan curah hujan otomatis. Intensitas curah hujan rata-rata dalam “t” (It) dinyatakan dengan rumus sebagai berikut



Dimana :

It       = intensitas curah hujan rata-rata dalam t jam (mm/jam)

Rt     = curah hujan selama t jam (mm)

t        = lama waktu hujan (jam)

            besarnya intensitas curah hujan diketahui berdasarkan lama curah hujan atau frekuensi kejadiannya. Salah satu eksperimen yang sering digunakan adalah :



Dimana :

I        = Intensitas curah hujan mm/jam

t        = lama curah hujan (jam)

a,n    = Tetapan (tahunan pengamatan)

             dengan dasar kedua perhitungan diatas maka disimpulkan bahwa curah hujan rata-rata per hari terhadap lama hujan rata-rata per hari.

 



Kedua komponen perbandingan tersebut diperoleh dari persamaan



            

Analisa data curah hujan tersebut akan sangat berpengaruh dalam memperkirakan atau memperhitungkan dan menentukan rencana teknis pencegahan erosi permukaan tanah. Untuk sarana tambang pada daerah tambang dapat digunakan nilai acuan periode ulang sebagai berikut :

 

Tabel 3.1

No.

K o n d i s i

Periode ulang hujan (tahun)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

 

Daerah terbuka

Sarana tambang

Lereng tambang dan penimbunan

Sumuran

Penirisan keliling tambang

Pemindahan aliran sungai

 

0,5

2 – 5

5 – 10

10 – 25

25 – 100

> 100

Sumber : Kartosudjono Winardjo, 1994

 

Persamaan yang sering digunakan adalah cara hitungan Wedumen yaitu :


Dimana :

RT     = curah hujan dengan periode T

Rn     = curah hujan maksimum

Mn    = koefisien perubahan curah hujan dengan periode ulang tahun

Mp    = koefisien perubahan curah hujan dengan periode pengamatan P   tahun.

Penentuan nilai koefisien perubahan curah hujan dapat dilihat pada tabel 3.2

Tabel 3.2

Pengaliran Maksimum dari Daerah Pengaliran dengan Luas 0 – 100 km2

Menurut Cara Ir. J. P. Der Wedumen (De ING. IN. NED. IN DIE 1937 No: 10)

KETERANGAN

N

P

Mn

Mp

 

P = Periode Pengamatan curah hujan sehari semalam

n = Indeks untuk Qn

1/5           tahun

1/4

1/3

1/2

1

2

3

4

5

10

15

20

25

30

40

50

60

70

80

90

100

125

0,238

0,262

0,291

0,336

0,410

0,492

0,541

0,579

0,602

0,705

0,766

0,811

0,845

0,875

0,915

0,948

0,975

1,00

1,02

1,03

1,05

1,08

 

Tabel 3.3

Keadaan dan Intensitas Curah Hujan (mm/jam)

Keadaan Curah

Hujan

Curah Hujan

1 Jam

24 Jam

 

Hujan Ringan

Hujan Ringan

Hujan Normal

Hujan Deras

Hujan Sangat Deras

 

< 1

1 – 5

5 – 10

10 – 20

> 20

 

< 5

5 – 10

10 – 50

50 – 100

> 100

 

 

3.2.  Daerah Tangkapan Hujan ( Catchment Area )

Pengertian daerah tangkapan hujan adalah daerah yang diperkirakan berpotensi untuk mengalirkan air limpasan menuju suatu daerah kerja, dengan kata lain curah hujan yang jatuh dalam daerah tersebut dapat berkumpul dalam suatu tempat terendah dari daerah tersebut. Penentuan daerah tangkapan hujan didasarkan pada peta topografi daerah yang akan diteliti, daerah tangkapan hujan dibatasi oleh punggung bukit. Setelah ditentukan maka diukur luasnya. Luas daerah tangkapan hujan diukur dengan menggunakan planimeter.

Air hujan (air permukaan) yang mengalir ke areal penambangan tergantung pada kondisi daerah tangkapan hujan yang dipengaruhi oleh daerah sekitarnya.

 

 

3.3.  Air Limpasan

Bila curah hujan melampaui kapasitas penyerapan (infiltrasi), maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan, akan tetapi besarnya air limpasan ini tidak sebanding dengan peningkatan curah hujan karena disebabkan oleh efek penggenangan di permukaan tanah. Air limpasan disebut juga dengan air permukaan tanah. Besarnya air limpasan adalah besarnya curah hujan dikurangi besarnya penyerapan dan penguapan. Dalam neraca air digambarkan hubungan antara curah hujan (CH), evapotranspirasi (ET), air limpasan (RO), infiltrasi (I) dan perubahan permukaan air tanah (ds), sebagai berikut :

v      CH = I + ET + RO ± ds .........................................................................(3-7)

Besarnya air limpasan tergantung pada banyak faktor. Dari sekian banyak faktor yang paling banyak atau besar pengaruhnya adalah kondisi penggunaan lahan dan kemiringan atau perbedaan ketinggian daerah, faktor-faktor ini digabungkan dan dinyatakan oleh suatu angka yang disebut koefisien limpasan (Tabel 3.4). Penentuan besar debit air limpasan maksimum ditentukan dengan metode “Rasional”. Metode ini hanya berlaku untuk menghitung limpasan curah hujan  yang dinyatakan dalam rumus :

v      Q    =     0,278 . C . I . A  ........................................................................(3-8)

Dimana :

Q     =     Debit aliran limpasan (m³/detik)

C      =     Koefisien limpasan (Tabel 3.9)

I       =     Intensitas curah hujan (mm/jam)

A     =     Luas daerah tangkapan Hujan (Km²)

 

 

Tabel 3.4

Harga Koefisien Limpasan

Kemiringan

Kegunaan Lahan

Koefisien limpasan

 

< 3%

- Sawa, Rawa

- Hutan,  Perkebunan

- Perumahan dengan Kebun

0,2

0,3

0,4

 

3% - 5%

- Hutan,  Perkebunan

- Perumahan

- Tumbuhan yang Jarang

- Tanpa tumbuhan, daerah  penimbunan         

0,4

0,5

0,6

0,7

 

>15%

- Hutan

- Perumahan, Kebun

- Tumbuhan yang jarang

- Tanpa tumbuhan, daerah tambang

0,6

0,7

0,8

0,9

Sumber : Takeda Kensaku, Suyono Sosrodarsono, “Hidrologi

 Untuk Pengairan”,1993.

 

 

            Sumber utama air limpasan permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air hujan. Jika curah hujan yang relatif tinggi pada daerah tambang maka perlu penanganan air hujan yang baik (sistem drainase), agar produktifitas tambang tidak menurun dan meminilkan dampak lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi air limpasan antara lain :

 

 3.3.1  Faktor Meteorologi

·         Jenis presipitasi yaitu hujan dan salju. Hujan mempengaruhi secara langsung, sedangkan salju tidak mempengaruhi secara langsung

·         Intensitas curah hujan yang bergantung kepada kapasitas infiltrasi dimana jika air hujan yang jatuh kepermukaan tanah melampaui kapasitas infiltrasi maka besar limpasan akan meningkat

·         Lamanya curah hujan dalam waktu yang panjang akan memperbesar limpasan

 

3.3.2  Faktor Fisik

·         Kondisi penggunaan tanah misalnya: air yang jatuh di daerah vegetasi yang kurang lebat, kemudian mengisi rongga-rongga tanah yang terbuka akan cepat mengalami infiltrasi dan apabila daya tampung dalam lekukan permukaan tanah telah penuh, maka selisih antara curah hujan dan kapasitas infiltrasi akan menyebabkan limpasan air hujan mengalir di permukaan tanah.

·         Jenis tanah dan  bentuk butir adalah faktor yang mempengaruhi kapasitas   infiltrasi.      

·         Faktor lain yang mempengaruhi limpasan seperti pola aliran sungai dan daerah pengaliran secara tidak langsung serta drainase buatan lain.

 

3.4. Air Tanah

Sumber air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dan mengalami infiltrasi, klasifikasi air tanah menurut Kiyota Muri terbagi atas tiga bagian , yaitu :

a.  Air tanah bebas yaitu air tanah yang terdapat pada lapisan tanah atau batuan permeable yang jenuh air, dimana bagian bawahnya terdapat lapisan kedap air (impermeable), sedangkan bagian atas tidak tertutup lapisan kedap air.

b. Air tanah tertekan yaitu air tanah yang terdapat pada aquiefer, dimana terletak antara lapisan impermeable.

c. Air tanah tumpang yaitu air tanahyang terbentuk diatas lapisan kedap air.

Dari ketiga jenis air tanah tersebut yang paling besar pengaruhnya terhadap jumlah rembesan air tanah atau air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang masuk ke dalam front penambangan adalah air tanah dan air hujan yang bebas, rembesan air tanah dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan ketinggian air tanah.

 

3.5. Kolam Pengendapan / Swamp Area

            Pada umumnya air dari sistem drainase atau aliran air dari area penambangan sedikit / banyak mengandung lumpur, bahkan di beberapa tambang lumpur tersebut sedemikian kental (pekat) sehingga bila langsung dialirkan ke sungai, danau, atau laut akan menyebabkan kekeruhan dan pendangkalan. Dalam upaya untuk memperkecil pencemaran terhadap sungai, danau atau laut, maka cara yang ditempuh adalah membuat kolam pengendapan/check dam.  Pada area penambangan di Anoa Valley  dimana terdapat swamp area ( rawa) yang mana difungsikan sebagai  check dum, dimana air  yang masuk diendapkan terlebih dahulu sehingga air yang nantinya dikeluarkan dengan menggunakan pompa tidak bercampur dengan slurry- slurry yang terbawah oleh aliran air pada saat hujan. 

             Untuk mengetahui perbandingan lebar dasar saluran dengan kedalaman air berdasarkan debit air saluran  dilokasi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

TABEL 3.5

Perbandingan lebar dasar saluran dengan kedalaman air berdasarkan

debit air saluran

 

No

 

Debit air saluran

Q(m3/detik)

Lebar dasar saluran: kedalaman air

N = b : H

1

2

3

4

5

6

 

0,00 – 0,05

 

0,05 - 1, 00

 

1,00 – 1,50

 

1,50 – 3,00

 

3,00 – 4,50

 

4,50 – 6,00

1,00

 

1,50

 

2,00

 

2,50

 

3,00

 

3,50

 

 

3.6.            Alat Pemompaan

Untuk mengeluarkan air pada Swamp Area digunakan pompa type POMPA MULTIFLO MFC- 290, dimana air yang masuk pada Swamp Area akan terendapakan pada kolam, sehingga pada waktu pemompaan, slurry tersebut tidak akan ikut terpompa. Air pada swamp area biasa juga diperuntukkan untuk water tank  guna penyemprotan jalan tambang yang terlalu berdebu.

 

3.7.            Instalasi Pipa

untuk menghubungkan reservoir dengan pompa digunakan pipa isap jenis rubber hose ( selang karet) dan fuser yang terbuat dari pipa besi. Instalasi dari pipa isap tersebut harus dipasang sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kantung udara yang dapat mengakibatkan kavitasi pada pompa pipa isap yang digunakan memiliki diameter 6 inch. Agar menghindari terjadinya kavitasi pada pompa, pipa isap yang dipasang tidak memiliki belokan yang begitu banyak.

 

3.8.            Pipa Dorong

Mengingat pipa dorong sering mengalami perubahan jalur yang mengakibatkan pipa-pipa tidak memiliki letak/posisi yang tetap, maka pemilihan jenis pipa yang dipergunakan disesuaikan dengan kondisi tersebut. Untuk itu pipa dorong utama yang dipilih adalah pipa jenis polythene pipe. Pertimbangan memilih jenis pipa ini karena pipa ini lebih fleksibel dibandingkan pipa besi yang lebih murah dari pipa karet (rubber pipe).

 

3.9.            Kapasitas  Aliran  Dan  Kecepatan  Aliran

Pompa- pompa yang diproduksi oleh pabrik seperti yang telah diketahui telah memiliki spesifikasi tertentu, sehingga kapasitas dan kecepatan aliran yang dikehendaki harus merujuk pada spesifikasi untuk kondisi pemakaian tertentu. Dalam hal ini kapasitas aliran yang direncanakan harus relevan untuk kebutuhan tertentu, dan pada tulisan ini untuk mensuplai air pada water truck dan pembuangan akhir.

 

3.10.        Head

3.10.1.     Head Total  Pompa

Head total pompa yaitu head yang harus disediahkan untuk mengalirkan sejumlah air dengan kapasitas tertentu. Head pompa tersebut dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa. Persamaan yang digunakan untuk menentukan head total pompa adalah sebagai berikut:



Dimana, H = head total pompa

                HS  = head statis (m)

                        Head ini adalah perbedaan tinggi antara muka air disisi keluar dan di sisi isap; tanda positif (+) dipakai apabila muka air disisi keluar lebih tinggi dari pada sisi isap.

                Dhp= perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua permukaan air (m)

                H1 = berbagai kehilangan tekanan pipa, katup, belokan, dan lain- lain, (m).  H1= H1d + H1S

                H1d = kehilangan tekanan (head loss) pada pipa dorong, (m)

                H1S  = Kehilangan tekanan (head loss) pada pipa isap, (m)

                     V*2/2g= head kecepatan keluar, (m)

                g    = percepatan gravitasi (9,8 m/det2).

 

3.10.2.     Kehilangan Tekanan ( Head Loss)

                Kehilangan tekanan (head loss) adalah kehilangan tekanan yang diakibatkan oleh berbagai peralatan yang dipasang pada instalasi perpipaan. Berikut akan dibahas satu persatu cara untuk menentukan berbagai kehilangan tekanan (head loss) dari berbagai peralatan

 

3.10.2.1. Kehilangan Tekanan Akibat Gesekan Didalam Pipa (hf)

                Untuk menghitung kehilangan tekanan gesek didalam pipa dapat digunakan darcy formula persamaannya sebagai berikut:

darcy formula



dimana: hf = kehilangan tekanan gesek dalam pipa, (m)

                f   = darcy friction

                L = diameter dalam (insidu diameter), (m)

                V = kecepatan aliran air. (m/det)

                g = percepatan gravitasi, (9,8 m/det2)

berikut cara penentuan darcy friction dengan menggunakan gambar:

 

Gambar  3.1.

Penentuan Darcy Friction

  

3.10.2.2. Kehilangan Tekanan Pada Ujung Masuk Pipa

                Ujung masuk pipa pada instalasi pipa yang dibuat dapat menimbulkan kehilangan tekanan, sehingga head yang harus di sediahkan oleh pompa harus pula memperhitungkan kehilangan tekanan ini. Formula yang digunakan sebagai berikut:



dimana, hf  = kehilangan tekanan pada ujung masuk pipa, (m)

                f   = koefisien ujung masuk pipa

                v  = kecepatan rata- rata aliran air didalam pipa (m/det)

                g  = percepatan gravitasi (9,8 m/det2)

                Instalasi pipa yang  pada lokasi penelitian tidak memiliki ujung masuk pipa sehingga kehilangan tekanan pada peralatan ini tidak di hitung.

 

3.10.2.3. Kehilangan Tekanan Pada Belokan Pipa

                Belokan pada instalasi pipa terdiri atas 2 jenis belokan yaitu belokan patah (miter atau multipiece bend) dan belokan lengkung.

Ø     persamaan yang digunakan untuk menentukan kehilangan tekanan pada belokan patah yaitu dengan menggunakan rumus weisbach sebagai berikut:




                dimana, hf  = kehilangan tekanan pada belokan patah, (m)

                f   = koefisien kerugian pada belokan patah.

q        = sudut belokan

v   = kecepatan rata- rata aliran di dalam pipa (m/det)

Ø      Belokan lengkung. Untuk menentukan kehilangan tekanan pada   belokan lengkung, umumnya menggunakan persamaan fuller dibawah ini:



dimana, hf   = kehilangan tekanan pada belokan lengkung, (m)

                f    = koefisien kerugian pada belokan lengkung.

q        = sudut belokan

v   = kecepatan rata- rata aliran di dalam pipa (m/det)

D  = diameter dalam (m)

R  = jari- jari belokan pipa, (m)

                Salah satu belokan yang sering dijumpai pada instalasi pipa besi yaitu elbow, untuk jenis ini maka digunakan pendekatan dengan equivalent length. Equivalent length merupakan suatu panjang yang setara antara jenis instalasi tertentu dengan pipa lurus dengan bahan yang sama, selanjutnya kehilangan tekanan pada peralatan ini di hitung dengan menggunakan persamaan kehilangan tekanan akibat gesekan di dalam pipa (hf).

 

3.10.2.4. Percabangan Pipa Dan Pertemuan Pipa

pada instalasi –instalasi pipa , percabangan pipa sering dijumpai, akibat dari percabangan dan pertemuan tersebut mengakibatkan kehilangan tekanan yang mana kehilangan tekanan tersebut dijabarkan dalam persamaan :




dimana, hf  1-3 = kehilangan tekanan pada cabangan 1ke 3, m

                hf  1-3 = kehilangan tekanan pada cabang 1 ke 3, m

                V1= kecepatan rata- rata aliran air sebelum percabangan, m/s

                V3= kecepatan rata- rata aliran setelah pertemuan, m/s

                 f1 = koefisien kerugian (tabel 3.6)

 

TABEL 3.6


            Nilai f1 dan f2 Pada Percabangan Dan Pertemuan Pipa    



 

3.11.        Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Pemompaan

3.11.1.   Instalasi Pipa

Suatu instalasi pipa yang diterapkan pada suatu sistem pemompaan, harus mampu mensuplai semua sistem yang akan bekerja. Untuk itu perencaanan instalasi pipa sangat menentukan keberhasilan suatu sistem pemompaan.

Instalasi  pipa dimaksud di atas harus seefiesien mungkin agar dalam pengoperasian pompa tidak mengalami hambatan. Hal ini dapat dijelaskan , karena suatu instalasi pipa yang tidak efisien secara langsung akan mempengaruhi head total pompa dan memiliki korelasi langsung dengan kapasitas aliran dan kecepatan aliran, yang mana kecepatan aliran tersebut sangat mempengaruhi head total dari pompa. Selain hal tersebut diatas, pemilihan bahan untuk instalasi memegang peranan penting, karena pemilihan bahan yang sesuai akan mempermudah kondisi operasional dari sistem pemompaan itu sendiri.

 

3.11.2.   Kapasitas Aliran Dan Kecepatan Aliran

untuk menghasilkan suatu kondisi operasional pada unit- unit operasi tertentu, penentuan kapasitas serta kecepatan aliran bergantung pada: kapasitas pompa yang digunakan, perbedaan tinggi dari tempat pemasangan instalasi pipa serta instalasi pipa itu sendiri.

3.11.3.   Daerah Operasi

Daerah operasi sistem pemompaan pada kondisi tertentu sangat mempengaruhi performansi pompa dan pemilihan jenis pompa. Perpormansi pompa akan menurun jika pompa di operasikan pada elevasi yang sangat tinggi dari bidang datar dan akan mempengaruhi pemilihan jenis pompa yang akan dioperasikan. Elevasi tersebut berpengaruh secara langsung pada penentuan head statis dan potensial head dari daerah titik isap (resevoir) dan titik keluar ( daerah yang disuplai). Dalam hal ini, selisih static head (head statis) dan selisih potensial head akan berpengaruh. Jika titik keluar lebih rendah dari titik isap (resevoir) maka pengaruh yang dihasilkan akan positif karena menghasilkan head total pompa yang lebih rendah namun jika yang terjadi sebaliknya maka head total yang di hasilkan akan semakin besar.

 

 

3.11.4.   Head Total Pompa

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, head total pompa merupakan variabel yang sangat menentukan dalam pengoperasian suatu pompa. Apabila suatu pompa yang digunakan pada suatu instalasi pemompaan tidak sesuai dengan spesifikasinya, maka sangat sulit untuk mengharapkan pompa tersebut dapat bekerja secara optimal. Sebagai penjelasan, apabila suatu pompa dengan spesifikasi pada medium head dari pompa tersebut, maka pompa tersebut akan mengalami hambatan dalam hal penentuan putaran pompa yang sudah tidak sesuai pula. Hal tersebut dapat mengakibatkan air yang disuplai tidak mampu memenuhi kebutuhan air, dan apabila kondisi tersebut (pompa yang dipakai  tidak sesuai) masih tetap di pertahankan, maka kerusakan teknis pada pompa dapat saja terjadi.

Mengingat pentingnya head total pompa dalam  sistem pemompan, maka penentuan head total pompa sebelum operasional perlu dipertimbangkan sedemikian rupa agar tidak terjadi kondisi operasional yang tidak diharapkan.

 

3.11.5.  Tenaga Kerja/ Operator Pompa

Pada kondisi operasional sistem pemompaan, khususnya untuk pompa- pompa, peranan operator sangat mempengaruhi kinerja dari pompa- pompa yang digunakan 

 

 

Previous
Next Post »
Thanks for your comment