Rancangan penyaliran tambang pada praktik ini dilakukan dengan
menggabungkan dua cara tambang, yaitu meminimalkan air yang akan masuk ke
dalam tambang dengan membuat saluran-saluran di sekeliling tambang sesuai
dengan arah aliran dan membiarkan dahulu air masuk ke dalam tambang dengan
menyediakan suatu sumuran yang kemudian dipompa keluar tambang serta
pembuatan saluran di pinggir jalan tambang. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam
merancang penyaliran tambang, yaitu:
a. Data curah hujan sebanyak-banyaknya (jam atau harian)
b. Peta topografi/peta kemajuan tambang terbaru
c. Data spesifikasi pompa Langkah-langkah yang harus dilakukan:
a. Curah hujan
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem
penyaliran, karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar
kecilnya air tambang yang harus di atasi. Besar curah hujan dapat
dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu area tertentu,
oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam liter persatuan luas (m²), secara umum dinyatakan dalam mm. Curah hujan
adalah jumlah atau volume air hujan yang jatuh pada satu satuan luas,
dinyatakan dalam satuan 1 mm. Satuan ini mempunyai arti yaitu pada
setiap luasan 1 m2, air hujan yang jatuh adalah 1 liter. Pengamatan curah
hujan dilakukan oleh alat penakar hujan.
Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapat data curah
hujan yang siap pakai untuk suatu perencanaan sistem penyaliran
tambang. Adapun pengolahan data curah hujan ini antara lain:
1) Penentuan Hujan Rencana
Hujan rencana adalah hujan maksimum yang mungkin terjadi selama
umur sarana penyaliran tersebut. Analisis curah hujan dilakukan
untuk mendapatkan curah hujan pada periode ulang hujan tertentu
dan intensitas hujan jangka pendek, dalam hal ini intensitas hujan satu
jam.
a) Penentuan harga rata-rata tinggi hujan maksimum:
Keterangan:
X = Rata-rata tinggi hujan maksimum (mm/24 jam) Xi =
Jumlah hujan maksimum n data (mm/24 jam)
n = Jumlah data
b) Penentuan curah hujan rencana dengan menggunakan “Distribusi
Gumbell”, yaitu penentuan curah hujan rencana yang dilakukan
dengan menggunakan cara parsial (Partial Series Anality). Cara
ini dilakukan dengan menentukan ambang batas curah hujan
harian maksimum. Perhitungan dilakukan terhadap curah hujan
di atas nilai ambangnya.
Tabel 3.8. Hubungan antara Standar Deviasi (Δn) dan Reduksi Variat (Yn)
dengan Jumlah Data
dan
Tabel 3.9. Hubungan PUH dengan Reduksi Variat dari Variabel
2) Penentuan periode ulang hujan yang akan digunakan
Periode ulang hujan rencana ditetapkan sesuai dengan umur tambang
dan kondisi lapangan sesuai dengan penggunaannya.
3) Penentuan intensitas curah hujan satu jam (I)
Intensitas hujan satu jam diperlukan untuk menentukan besarnya
debit atau kapasitas pompa. Dikarenakan pada umumnya pencatatan
data curah hujan dilakukan harian, maka penentuan intensitas curah
hujan satu jam dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:
i. Hasper der Weduwen, yang memadukan rumus dari Talbot,
Sherman dan Ishiguro
ii. Mononobe
Keterangan:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan rencana
t = Lamanya curah hujan
4) Penentuan koefisien limpasan (C)
Koefisien limpasan di daerah penambangan dipengaruhi oleh macam
permukaan dan luas daerah tangkapan hujan, di mana tiap permukaan
(surface) mempunyai koefisien limpasan masing-masing. Untuk
perhitungan koefisien limpasan (c) digunakan rumus:
Keterangan:
C = koefisien limpasan
Ci = koefisien masing-masing permukaan
Ai = luas daerah masing-masing permukaan (km2)
Tabel 3.11. Beberapa Harga Koefisien Limpasan
5) Penentuan luas daerah tangkapan hujan (A)
Daerah tangkapan hujan adalah luas permukaan yang apabila terjadi
hujan, maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih
rendah menuju ke titik pengaliran. Air yang jatuh ke permukaan
sebagian meresap ke dalam tanah, sebagian ditahan oleh tumbuhan
dan sebagian lagi akan mengisi sungai, paritan, permukaan bumi,
kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah. Semua air yang
mengalir di permukaan belum tentu menjadi sumber air dari suatu
sistem penyaliran. Kondisi ini tergantung dari daerah tangkapan
hujan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi
topografi, rapat tidaknya vegetasi dll. Daerah tangkapan hujan
merupakan suatu daerah yang dapat mengakibatkan air limpasan
permukaan mengalir ke suatu tempat (daerah penambangan) yang
lebih rendah. Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan
peta topografi daerah yang akan diteliti.
Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan bukit-bukit
yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara. Setelah
daerah tangkapan hujan ditentukan, maka diukur luasnya pada peta
kontur, yaitu dengan menarik hubungan dari titik-titik yang tertinggi
di sekeliling tambang membentuk poligon tertutup, dengan melihat
kemungkinan arah mengalirnya air, maka luas dihitung dengan
menggunakan komputer (misal: Program AutoCAD, MineScape).
6) Perhitungan debit air hujan yang masuk ke dalam lokasi
penambangan
Untuk dapat mengetahui besarnya air tambang, maka perlu diketahui
jumlah air hujan yang langsung jatuh atau masuk ke dalam bukaan
tambang. Besarnya air hujan yang langsung masuk ke dalam bukaan
tambang dihitung dengan rumus:
Q = Curah Hujan Rencana x A Keterangan:
Q = Debit Air (m3/jam)
A = Luas Bukaan Tambang (km2)
7) Perhitungan debit air limpasan
Untuk menghitung jumlah (debit) air limpasan permukaan dari suatu
daerah dapat digunakan rumus rasional, yaitu:
Q = 0,278 . C . I . A
Keterangan:
Q = Debit (m3/detik) C = Koefisien limpasan
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
Beberapa asumsi dalam penggunaan rumus ini adalah:
i. Frekuensi hujan = frekuensi limpasan
ii. Hujan terdistribusi secara merata di seluruh daerah
iii. Debit maksimal merupakan fungsi intensitas hujan dan tercapai
pada akhir waktu konsentrasi.
Dengan demikian penggunaan ini hanya terbatas pada suatu daerah
yang relatif kecil dan homogen. Persyaratan ini umumnya dipenuhi
oleh daerah-daerah tambang terbuka.
8) Perhitungan debit air tambang
Air tambang adalah jumlah air limpasan yang masuk bukaan
tambang ditambah dengan jumlah air hujan yang langsung masuk ke
dalam bukaan tambang dan air tanah. Untuk mengetahui besarnya air
tambang yang masuk bukaan tambang maka perlu diketahui debit air
limpasan, debit air hujan yang langsung masuk bukaan tambang. Jadi
besarnya air yang masuk bukaan tambang sebagai air tambang
adalah:
Qtotal = Qlimpasan + Qair hujan
3.11. Penentuan Sistem Penyaliran Tambang
Penentuan sistem penyaliran yang akan digunakan didasarkan pada:
a. Topografi suatu daerah (kondisi daerah tangkapan hujan) yang akan
disalurkan.
b. Paling mudah dan murah dalam pembuatan atau perawatan di kemudian
hari.
3.12. Perhitungan Sumuran (Sump)
Sumuran tambang berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air dan
lumpur sebelum dipompa ke luar tambang. Sumuran tambang dibedakan menjadi
dua macam, yaitu sumuran tambang permanen dan sementara. Sumuran tambang
permanen adalah sumuran yang berfungsi selama penambangan berlangsung, dan
umumnya tidak berpindah tempat. Sedang sumuran sementara berfungsi dalam
rentang waktu tertentu dan sering berpindah tempat.
Dimensi sumuran tambang tergantung pada kuantitas (debit) air limpasan,
kapasitas pompa, volume, waktu pemompaan, kondisi lapangan seperti kondisi
penggalian terutama pada lantai tambang (floor) dan lapisan batubara serta jenis
tanah atau batuan di bukaan tambang. Volume sumuran ditentukan dengan
menggabungkan grafik intensitas hujan yang dihitung dengan teori Mononobe
versus waktu, dan grafik debit pemompaan versus waktu.
Gambar 3.22. Grafik Penentuan Volume Sumuran Air Tambang
Dari grafik dapat kita lihat garis volume pemompaan dan garis intensitas
hujan, di mana volume intensitas hujan akan dilakukan pemompaan agar dapat
mencapai titik impas yaitu titik di mana volume intensitas hujan dapat di atasi oleh
volume pemompaan seiring waktu. Pada grafik dapat kita lihat adanya waktu di
mana dilakukan pemompaan maksimal untuk menangani jumlah intensitas hujan
agar tidak menyebabkan (overflow) banjir.
Setelah ukuran sumuran diketahui tahap berikutnya adalah menentukan
lokasi sumuran di bukaan tambang (Pit). Pada prinsipnya sumuran diletakkan pada
lantai tambang (Floor) yang paling rendah, jauh dari aktivitas penggalian batubara,
jenjang di sekitarnya tidak mudah longsor, dekat dengan kolam pengendapan,
mudah untuk dibersihkan.
Jumlah air yang masuk ke dalam sumuran merupakan jumlah air yang
dialirkan oleh saluran-saluran, jumlah limpasan permukaan yang langsung mengalir
ke sumuran dari curah hujan yang jatuh di sumuran. Sedangkan jumlah air yang
keluar dapat dianggap sebagai kapasitas pompa, karena penguapan dianggap tidak
terlalu berarti. Dengan adanya optimasi antara “input” (masukan) dan “output”
(keluaran), maka dapat ditentukan dimensi sumuran.
3.13. Sistem Penyaliran dengan Sistem Saluran Terbuka/Paritan
Dalam merancang bentuk dan geometri saluran air perlu dilakukan analisis,
sehingga saluran air tersebut memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan.
b. Kecepatan air sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi pengendapan/
sedimentasi.
c. Kecepatan air sedemikian sehingga tidak merusak saluran (erosi).
d. Kemudahan dalam penggalian.
Bentuk penampang saluran umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe
material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatannya. Saluran air
dengan penampang segi empat atau segi tiga umumnya untuk debit kecil, sedangkan
penampang trapesium untuk debit besar.
Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air dapat dilakukan dengan
rumus Manning, yaitu:
Dimensi penampang yang paling efisien untuk beberapa bentuk penampang
saluran air adalah sebagai berikut:
3.14. Pompa dan Pipa
Pompa dan pipa digunakan untuk mengalirkan air, bila cara gravitasi tidak
lagi bisa digunakan. Beberapa hal yang perlu diketahui untuk menentukan
kapasitas pompa, yaitu:
a. Debit yang dapat dihasilkan pompa
Biasanya dilakukan simulasi beberapa alternatif debit pompa dari
beberapa macam pompa, yang kemudian dipilih debit pompa yang
menghasilkan efisiensi maksimum.
b. Head (julang) total pompa
Adalah energi yang harus disediakan untuk mengalirkan sejumlah air
seperti yang direncanakan.
Head total pompa meliputi head statis pompa, berbagai kerugian head
pada pipa, katup (friction loss/kerugian gesekan), belokan, sambungan
(shock loss).
c. Velocity head
Merupakan head yang disebabkan oleh kecepatan fluida yang mengalir.
Perhitungan head pompa yaitu:
a. Head statis pompa (julang statis pompa)
Merupakan head pompa akibat perbedaan tinggi antara muka air di sisi
keluar dan di sisi isap. Secara matematis didapat dengan menggunakan
rumus:
hs = t2 – t1 Keterangan:
hs = Head statis pompa (m)
t2 = Elevasi air pada sisi keluar (m) t1 = Elevasi air pada sisi isap (m)
b. Velocity head (julang kecepatan keluar)
Velocity head dihitung dengan rumus:
Keterangan:
hv = Velocity head (m)
v = Kecepatan aliran fluida (air) dalam pipa (m/detik)
g = Gaya gravitasi (9,8 m/detik)
c. Head loss
Head loss terdiri atas:
1) Friction loss (hf1), yaitu kerugian karena gesekan
2) Shock loss (hfs), yaitu kerugian karena belokan dan sambungan pada
pipa. Head loss merupakan kerugian karena gesekan dan belokan pipa,
maka besarnya tergantung dari jenis pipa yang digunakan
Keterangan:
F = Koefisien kerugian pada katup isap
V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (9,8 m/detik²)
Tabel 3.14. Koefisien Kerugian pada Katup Isap
e. Head total pompa
Head total pompa diperoleh dengan menjumlahkan sesama kerugiankerugian
pompa sebagai berikut:
HT = hs + hv + hf1 + hfs + hf2
f. Perhitungan daya pompa
1).Sesama daya pompa dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
P = Daya pompa (kw)
Q = Debit air yang dihasilkan pompa (liter/detik)
HT = Head total pompa (m)
Sg = Spesifik gravity air
eff = Efisiensi pompa (%), diperoleh dari grafik head Vs debit air
pompa.
2). Daya air
Daya air adalah energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa
persatuan waktu. Daya air (Pw) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Pw = 0,163γQH
Atau
Pw = γQH
Keterangan:
γ = Bobot isi air (kN/m3).
Q = Kapasitas (m3/detik).
H = Julang total (m).
Pw = Daya air (kW).
Di mana γ dinyatakan dalam KN/m3 dan Q dalam m3/dtk. 3). Daya Poros
Daya poros yang diperlukan untuk menggerakan pompa adalah sama
dengan daya air ditambah kerugian daya di dalam pompa. Daya poros
(P) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
P = Pw/ηρ Keterangan:
ηρ = Efisiensi pompa.
P = Daya poros (K Watt).
Efisiensi pompa untuk pompa-pompa jenis khusus harus diperoleh dari
pabrik pembuatnya.
g. Perhitungan lama waktu pemompaan
Untuk mengeluarkan air yang masuk ke lokasi penambangan perlu
mengetahui kapasitas pompa per hari dan volume sumuran yang sudah
direncanakan. Perhitungan waktu pemompaan air tambang dapat
dihitung dengan menggunakan rumus
h. Pipa
Pipa adalah suatu benda yang relatif panjang, memiliki lubang dan
berfungsi untuk memindahkan sebuah zat yang memiliki karakteristik
dapat mengalir. Materi tersebut dapat berupa cairan, gas, uap, zat padat
yang dilelehkan ataupun butiran yang sangat halus. Pipa dapat terbuat
dari berbagai bahan, seperti: baja, polyethylene, tembaga, aluminium,
polivinil klorida (PVC), dan lain-lain. HDPE pipe (pipa HDPE) cukup
umum dipakai di dalam sistem Dewatering. Pipa HDPE memang
mempunyai tingkat fleksibilitas lebih baik walau pun tidak sekuat pipe
besi (Steel Pipe).
Pipa HDPE (High-Density Polyethylene) berbahan baku minyak bumi,
Pipa HDPE banyak juga dipakai dalam produk-produk plastik. Pipa
HDPE mempunyai densitas sekitar 0.93 – 0.97 g/cm3 dan Pipa HDPE
mempunyai kode-kode yang sebenarnya memiliki arti tersendiri, secara
umum kode-kode tersebut adalah:
1) “PE”
“PE” adalah kode untuk merujuk pada tingkat densitas pipa HDPE.
Biasanya kode “PE” diikuti dengan angka setelahnya. Secara umum
di Indonesia dikenal ada 2 kode saja.
PE80 memiliki densitas lebih kecil sehingga menjadi lebih lentur
(lebih fleksibel, biasanya baik diaplikasikan pada permukaan tambang
yang mempunyai kontur tidak rata, bergelombang dan naik turun).
Pipa HDPE dengan kode PE80 juga mempunyai kekurangankekurangan,
jika diperlukan untuk pressure yang tinggi, diperlukan
dinding pipa yang lebih tebal, sehingga menjadi sedikit lebih mahal
(kurang ekonomis) dan juga “friction loss”-nya akan lebih besar.
PE100 memiliki densitas yang lebih besar, sehingga menjadi lebih
kaku, kurang baik diaplikasikan di permukaan tambang yang
mempunyai kontur tidak rata dan bergelombang. Tapi dalam
keperluan dengan pressure tinggi, tidak memerlukan dinding yang
terlalu tebal, sehingga menjadi lebih ringan (memudahkan
penanganan) dan “friction loss”-nya tidak terlalu besar juga tentunya
lebih ekonomis.
2) “PN”
“PN” adalah kode yang mengacu pada tingkat tekanan (Pressure).
sama hal nya dengan “PE”, kode “PN” juga selalu diikuti dengan
angka-angka. Secara umum kode-kode “PN” adalah PN 10 dan PN
12.5.
Angka yang mengikuti kode “PN” mempunyai arti tekanan yang
dapat ditahan oleh pipa HDPE tersebut. Sebagai contoh, PN 10 berarti
mempunyai ketahanan terhadap tekanan sebesar 10 x 100 kpa (1000
kpa = 10 Bar). PN 12.5 mempunyai ketahanan terhadap tekanan
sebesar 12.5 x 100 kpa (1250 kpa = 12.5 Bar).
3) “SDR”
“SDR” (Standard Dimension Ratio) adalah kode untuk mengetahui
ketebalan pipa HDPE. Dengan mengetahui “SDR” nya, kita bisa
mengetahui ketebalan pipa HDPE tersebut.
Show Conversion Code Hide Conversion Code Show Emoticon Hide Emoticon