. |
Aktivitas manusia yang berhubungan dengan penggalian atau penimbunan akan selalu menghadapi permasalahan dengan lereng, baik itu berupa lereng kerja (working slope) maupun lereng akhir (final slope). Lereng-lereng tersebut harus dianalisis kemantapannya untuk mencegah bahaya elongsoran di waktu-waktu yang akan datang, karena menyangkut keselamatan kerja, keamanan peralatan dan harta benda, serta kelancaran produksi.
Keadaan di atas terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan sipil, misalnya pada pembuatan jalan raya, bendungan, penggalian kanal-kanal besar, penggalian untuk konstruksi pondasi, dan lain lain.
Di dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan diketemukan pada penggalian tambang terbuka (open pit maupun open cut), bendungan bendungan untuk cadangan air kerja, di tempat-tempat penimbunan bahan buangan (tailing disposal) dan di penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan (bendungan, jalan, dan lain lain) itu tidak stabil (tidak mantap) maka kegiatan produksi akan terganggu. Oleh karena itu suatu analisis kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal.
Dilihat dari jenis material, ada 2 macam lereng, yaitu lereng batuan dan lereng tanah. Dalam analisis dan penentuan jenis tindakan pengamanannya, lereng batuan tidak dapat disamakan dengan lereng tanah, karena parameter material dan jenis penyebab longsor di kedua lereng tersebut sangat jauh berbeda.
Kemantapan lereng terutama disebabkan oleh faktor hidrologi dan faktor struktur bidang lemah batuan. Masalah kemantapan lereng pada umumnya tergantung pada faktor faktor sebagai berikut :
- Lokasi, arah, frekuensi, kekuatan dan karakteristik dari bidang-bidang lemah.
- Keadaan tegangan alamiah dalam massa batuan/tanah.
- Konsentrasi lokal dari tegangan.
- Karakteristik mekanik dari massa batuan/tanah.
- Iklim terutama jumlah hujan untuk di daerah tropis.
- Geometri lereng.
Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab tersebut mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaan keseimbangan yang baru secara alamiah. Cara ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam bentuk longsoran longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaan keseimbangan yang baru.
Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan lereng. Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat sifat fisik asli tertentu, seperti sudut geser alam (angle of internal friction), gaya kohesi dan bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data tersebut kemudian dianalisis kelakuan tanah atau batuan tersebut jika dilakukan penggalian atau penimbunan. Baru kemudian bisa ditentukan geometri dari lereng yang diperbolehkan atau cara-cara lain yang berguna untuk membantu agar lereng tersebut menjadi stabil atau mantap.
Tiga pendekatan utama dari analisis kemantapan lereng adalah pendekatan mekanika batuan, pendekatan mekanika tanah, dan pendekatan yang memakai kombinasi keduanya.
Beberapa metoda analisis kemantapan yang dapat digunakan antara lain metoda analitik, metoda grafik, metoda keseimbangan limit, metoda numerik (metoda elemenhingga, elemen diskret, elemen batas dan lain lain), teori blok dan sistem pakar.
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut. Bila faktor keamanan lebih tinggi dari satu umumnya lereng tersebut dianggap stabil.
Seperti diketahui, kemantapan suatu lereng mempunyai arti manfaat yang besar sekali baik dari segi keselamatan kerja maupun segi ekonomi. Oleh karena itu para tenaga ahli diharapkan sudah mulai terlibat sejak tahap rancangan awal termasuk penyelidikan geoteknik sampai tahap konstruksi dan diharapkan pula bahwa para tenaga ahli tersebut tahu permasalahan yang dihadapi dan keputusan apa yang harus diambil. Adapun tahap tahap suatu studi kemantapan lereng secara umum adalah tahapan studi struktur massa batuan, studi karakteristik geomekanik, studi kondisi hidraulik, permodelan perhitungan kemantapan lereng, perbaikan kemantapan lereng dan pemantauan kemantapan lereng.
2. FALSAFAH RANCANGAN
Beberapa hal yang perlu diketahui, dipelajari, dan dimengerti sebelumnya agar dapat menghayati falsafah rancangan lereng tambang adalah klasifikasi gerakan massa tanah atau batuan tahap-tahap pertambangan dan sasaran geoteknik, metoda penambangan terbuka yang diterapkan, rancangan teknik secara umum.
Metoda penambangan terbuka tidak dibahas disini sedangkan untuk sub bab 2.2 sampai dengan 2.7 bahannya diambil dari Tim Sulivan “Mining Geotechnics Slope Stability for Surface Mining” Key Centre for Mines, University of New South Wales, 1992.
2.1. KLASIFIKASI GERAKAN MASSA TANAH ATAU BATUAN
Gerakan tanah atau dapat didefinisikan sebagai berpindahnya massa tanah atau batuan pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukannya semula (M.M. PURBO HADIWIDJOYO, 1992).
Adapun jenis gerakan tanah atau batuan menurut pendapat M.M. PURBO HADIWIDJOYO dan telah dilengkapi oleh penulis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- longsoran (sliding)
- runtuhan (falling)
- nendatan
- amblasan (subsidence)
- rayapan (creep)
- aliran (flow)
- gerakan kompleks
Disebut longsoran, jika bahan yang bergerak itu seakan akan dengan tiba-tiba meluncur ke bawah. Runtuhan, jika bahan itu ibaratnya jatuh bebas, seperti massa batuan pada dinding yang curam (mendekati tegak), yang sekonyong-konyong jatuh. Kita berhadapan dengan nendatan jika tanah atau batuan yang tersangkut merupakan massa yang belum terlepas dari ikatannya; jadi seakan akan masih merupakan gumpalan-gumpalan besar. Amblasan sering dapat kita saksikan pada jalan yang tadinya rata tiba-tiba menurun, entah karena di bawah ada rongga, entah karena di bagian lain ada yang terdesak. Rayapan, yaitu gerakan massa tanah atau batuan secara perlahan lahan. Sedangkan aliran, yaitu campuran gerakan dan transportasi massa tanah atau batuan.
Istilah yang paling banyak digunakan untuk merancang gerakan tanah atau batuan yang terjadi pada lereng-lereng alamiah adalah longsoran dalam arti yang luas.
Agar pengertian longsoran dapat diperjelas COATES (1977) membuat daftar beberapa faktor penting yang telah disetujui di antara 28 penulis yang telah menyumbangkan pikirannya untuk subyek ini. Daftar ini sangat menarik, bila kita mencoba memutuskan elemen apa yang menyusun suatu longsoran dan gerakan yang mana yang dapat atau tidak dapat didefinisikan kedalam kategori longsoran. Daftar ini adalah sebagai berikut :
1. Longsoran mewakili satu kategori dan suatu fenomena included under the general heading of mass movement.
2. Gravitasi adalah gaya utama yang dilibatkan.
3. Gerakan harus cukup cepat, karena rayapan (creep) adalah begitu lambat sebagai longsoran.
4. Gerakan dapat berupa keruntuhan (falling), longsoran/luncuran (sliding) dan aliran (flow).
5. Bidang atau daerah gerakan tidak sama dengan patahan.
6. Gerakan akan ke arah bawah dan menghasilkan bidang bebas, jadi subsidence tidak termasuk.
7. Material yang tetap di tempat mempunyai batas yang jelas dan biasanya melibatkan hanya bagian terbatas dari punggung lereng.
8. Material yang tetap ditempat dapat meliputi sebagian dari regolith dan/ atau bedrock.
9. Fenomena frozen ground biasanya tidak termasuk kategori ini.
Klasifikasi dari longsoran pada umumnya dapat didasarkan pada faktor faktor sebagai berikut :
- jenis dari material
- morfologi dari material
- karakteristik geomekanik
- kecepatan dan lama dari gerakan
- bentuk dari permukaan longsoran (bidang, baji, busur)
- volume yang dilibatkan
- umur dari longsoran
- penyebab longsoran
- mekanisme longsoran
2.1.1. Longsoran Atau Luncuran Dalam Arti Yang Sebenarnya
Dihasilkan pada umumnya pada suatu material yang kurang rapuh. Gerakan ini terjadi sepanjang satu atau beberapa bidang luncura. Gerakan ini bisa berupa rotasi atau translasi yang tergantung pada keadaan material serta strukturnya. Kalau luncurannya merupakan rotasi, maka biasanya akan menghasilkan longsoran busur atau lingkaran. Tetapi bila gerakan ini merupakan translosi, maka akan menghasilkan longsoran bidang. Gabungan kedua gerakan ini akan menghasilkan longsoran bidang dan busur.
Jenis gerakan ini yang paling banyak terjadi, seperti yang dialami desa Sukasari, Bogor Timur, pada tanggal 22 November 1992 yang lalu dan meminta korban sembilan orang meninggal. Juga di desa Cikalong, Tasikmalaya yang terjadi pada tanggal 11 Oktober 1992 dan meminta korban 56 orang meninggal (M.M.PURBO HADIWIDJOYO, 1992).
2.1.2. Runtuhan (Falling)
Definisi runtuhan dapat dilihat pada awal tulisan ini. Runtuhan ini dapat terjadi dari bidang-bidang diskontinu pada suatu lereng yang tegak, pada rayapan dari lapisan lunak (misalnya marl lempung) atau gulingan blok ebagai contoh runtuhan yang terjadi di Gunung Granier en Savoie pada tahun 1248 (HANTZ, 1988). Keruntuhan dari jurang batukapur dengan ketinggian sekitar 1.000 m, mengikuti gelinciran/longsoran dari marl dan menggerakkan suatu volume yang sangat besar yaitu sekitar 500.000.000 m3, yang menyebar sepanjang 7 km dengan luas 20 km, dan membunuh ribuan penduduk.
2.1.3. Rayapan (Creep)
Gerakan yang kontinu dan relatif lambat, kita tidak dapat melihat dengan jelas bidang rayapan. Contoh daerah pelanggan jenis gerakan ini adalah Pangadegang di Cianjur Selatan. Di sana daerah yang bergerak mencakup sekitar 100 km. Selain itu di daerah Ciamis Utara, Banjar negara di Jawa Tengah (M.M. PURBO HADIWIDJOYO, 1992).
2.1.4. Aliran
Gerakan ini berasosiasi dengan transportasi material oleh air atau udara dan dipicu oleh gerakan longsoran sebelumnya. Kecepatan gerakan bisa sangat tinggi.
2.2. PEMICU DAN PEMACU GERAKAN MASSA TANAH ATAU BATUAN
Kedua istilah "pemicu" dan "pemacu" ini dipakai oleh M.M. PURBO HADIWIDJOYO (1992). Pemicu itu misalnya adalah gempa bumi. Salah satu gerakan tanah besar yang diduga kuat dipicu oleh gempa adalah terjadi di Cianjur Selatan pada 13 Desember 1924. Gempa itu sendiri tidak bersumber di Jawa Barat. Tempat yang sama lagi-lagi bergerak pada Desember 1964. Ketika itu sumbernya kebetulan juga ada di Jawa Barat dan kebesarannya mencapai 6 pada skala Richter. Getaran yang timbul karena lewatnya kereta api dapat pula memicu terjadinya gerakan tanah. Hal itu rupanya telah menimbun kereta api Jakarta-Jogyakarta di dekat Purwokerto waktu zaman revolusi 1947. Selain itu hujan juga dapat disebut sebagai pemicu gerakan tanah seperti yang terjadi di jalan antara Sibolga dan Medan bulan Januari 1993.
Selain terkena picu, gerakan massa tanah atau batuan, dapat juga dipacu. Misalnya saja, lereng yang semula tahan terhadap gerakan, karena kakinya (toe) dipotong untuk jalan atau untuk perumahan, akhirnya memiliki kecenderungan lebih besar untuk bergerak.
Selanjutnya TERZAGHI (1950) dan BRUWSDEN (1979) menyatakan bahwa untuk mengklasifikasikan penyebab sebagai pemicu adalah tidak bijaksana apabila kejadian perpindahan tergantung pada kondisi dan kejadian tersebut sudah berlangsung selama beberapa hari atau beberapa minggu. Sebagai gambaran kedua penulis ini hanya mengklasifikasikan penyebab gerakan massa tanah atau batuan sebagai penyebab eksternal, internal dan kombinasi keduanya (lihat Tabel 1).
Secara umum di daerah tropis seperti Indonesia, penyebab utama longsoran lereng adalah air, baik tekanan air dalam rekahan, alterasi mineral maupun erosi dari lapisan lunak (HANTZ, 1988). Selanjutnya penyebab utama lainnya diperkirakan oleh adanya kekar yang mengalami pelapukan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan penyebab dari longsoran dapat dikategorikan dalam 3 faktor geometrik, hidraulik, dan mekanik.
Tabel 1 Penyebab gerakan massa tanah dan batuan (Terzaghi, 1950 dan Brunsden, 1979)
Penyebab eksternal
| |
1.
|
Perubahan geometri lereng : pemotongan kaki lereng, erosi, perubahan sudut kemiringan, panjang, dll.
|
2.
|
Pembebasan beban : ereosi, penggalian.
|
3.
|
Pembebanan : penambahan material, penambahan tinggi.
|
4.
|
Shock dan vibrasi : buatan, pempa bumi, dll.
|
5.
|
Penurunan permukaan air.
|
6.
|
Perubahan kelakuan air : hujan, tekanan pori, dll.
|
Penyebab internal
| |
1.
|
Longsoran, progresif : mengikuti ekspansi lateral, fissuring dan erosi.
|
2.
|
Pelapukan.
|
3.
|
Erosi seepage : solution, pemipaan (piping).
|
2.3. TAHAP-TAHAP PERTAMBANGAN DAN SASARAN GEOTEKNIK
TAHAP SASARAN DAN KEGIATAN
PENDAHULUAN Geologi yang luas.
Mengetahui geoteknik dan air bawah tanah yang mempengaruhi pertambangan.
Mengetahui model geologi.
Memberi petunjuk pada pemakaian sistem pertambangan yang berbeda dan perlengkapan pada suatu endapan.
Memberi masukan geoteknik pada program eksplorasi.
Memberi petunjuk perancangan lereng.
Rancangan dan susunan spesifik mengenai geotekniK dan program penelitian air bawah tanah.
PRA KELAYAKAN Geoteknik pendahuluan, sampling hidrogeologi, dan uji.
Penyusunan model dasar geoteknik untuk lokasi termasuk penyelidikan eksplorasi yang didasarkan pada data geoteknik dan hidrogeologi untuk tiap massa batuan dan perkiraan awal dari parameter perancangan.
Memperkirakan pengaruh air bawah tanah pada perancangan lereng untuk proses pengeringan pada tambang, skala pengeringan yang potensial, pelaksanaan, waktu dan biaya dalam batas waktu yang ditentukan.
Memberi perancangan lereng secara detail :
Open pit : + 5o - 10o
Strip mine : 10o
Bersama sama dengan perencana tambang memberi petunjuk pemilihan peralatan dan metoda pertambangan.
Mengetahui faktor-faktor geoteknik dan hidrogeologi yang mempengaruhi perancangan tambang dan yang belum sesuai.
Rancangan dan biaya dari akhir penyelidikan yang diperlukan untuk tingkat studi kelayakan.
KELAYAKAN Penyelidikan geoteknik dan hidro geologi dilakukan lebih rinci dan spesifik yang disesuaikan dengan alat dan metoda pertambangan.
Memberi penilaian statistik pada semua parameter teknik perancangan termasuk rata-rata dan distribusi untuk semua unit geoteknik.
Bersama dengan perencana tambang memastikan faktor-faktor geoteknik yang berhubungan dengan perancangan.
Memberi perancangan lereng menurut falsafah yang disetujui oleh perencana tambang dan pemilik proyek. Sudut perancangan lereng tergantung pada pengembangan tambang, dengan toleransi sebagai berikut :
Open pit : sudut overall + 1o - 3o
Strip mine : sudut highwall + 5o
sudut spoil pile + 1o - 3o
Open pit (batuan keras)
Memberi perancangan lereng secara detail termasuk tinggi jenjang, lebar berm, sudut jenjang, interamp dan sudut overall pit slope maksimum pada tiap bagian perancangan tambang.
Memberi perancangan detail untuk external waste dumps.
Strip mine (batubara)
Memberi perancangan detail lereng termasuk: sudut highwall, sudut spoil dump, perancangan pit waste dump, sudut low wall, perancangan footwall, jarak dengan mesin.
Memperkirakan pengeringan tambang termasuk desain detail, rancangan, spesifikasi dan biaya.
Bersama dengan perencana tambang dan para ahli geoteknik memastikan perancangan air bawah tanah sesuai dan tidak akan merugikan operasi penambangan.
Bersama dengan perencana tambang merancang jalan masuk angkutan dan resikonya secara ekonomis.
Memberi petunjuk pada teknik peledakan akhir dan peralatan yang sesuai.
Bersama dengan perencana tambang memilih staff untuk masalah geoteknik atau air bawah tanah.
Rancangan dan biaya program pemantauan air bawah tanah.
Laporan yang jelas mengenai kelayakan pertambangan yang direncanakan.
Merancang dan memantau peralatan yang digunakan pada operasi.
OPERASI Menilai bagaimana kondisi geoteknik selama penyelidikan awal apakah sesuai perancangan parameter kelayakan.
Menyusun dan melaksanakan secara terus menerus pengumpulan data sebagai bagian dari geologi pertambangan dan geoteknik.
Rancangan dan melaksanakan rencana pada studi kelayakan seperti :
- peledakan akhir dan penggalian
- penyangga lereng
- mengubah geometri lereng
- depressurisation lereng
Melaksanakan pemantauan lereng.
Rancangan dan melaksanakan rencana hidrogeologi, memantau debit aliran air atau air bawah tanah.
Terus menerus merubah perancangan lereng selama umur tambang seperti perubahan kondisi geoteknis atau karena alasan ekonomi.
2.4. RANCANGAN TEKNIK SECARA UMUM
Dengan kemampuan teknik geologi dan geoteknik dapat dibuat model tambang terutama perubahan perancangan. Sebelum perancangan lereng dibuat, sebaiknya mempertimbangkan proses proses alam yang terjadi.
Yang perlu digarisbawahi dari Bieniawski (1984) :
"Di dalam proses merancang (teknik) perlu diperhatikan metodologi pemecahan masalah".
Tabel 2 menunjukkan tahap-tahap penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan. Walaupun demikian hal ini lebih sesuai untuk kasus dimana lereng tambang tidak stabil dan usaha usaha perbaikan dari lereng, maka ada 3 unsur yang penting :
Penilaian situasi = kategori lokasi.
Analisis masalah = identifikasi mekanisme dan analisis.
Analisis keputusan = perancangan lereng.
Suatu penggantian analisis masalah untuk tahap 2, dengan membuat contoh yang lebih relevan tentang perancangan lereng.
Tabel 2 Pemecahan masalah dan pembuatan keputusan
PENILAIAN SITUASI
(kategori lokasi)
|
Identifikasi masalah
Prioritas
Tahap-tahap perencanaan atau langkah-langkah
Perencanaan
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
ANALISIS MASALAH
(identifikasi mekanisme
keruntuhan dan analisis)
|
Gambar permasalahan
Identifikasi penyebab yang mungkin
Evaluasi penyebab yang mungkin
Tentukan penyebab sebenarnya
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PEMBUATAN KEPUTUSAN
(desain lereng)
|
Menjelaskan sasaran
Memperkirakan/evaluasi alternatif
Memperkirakan resiko
Membuat keputusan
(menyelesaikan perancangan)
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||||
ANALISIS MASALAH YANG
PALING MUNGKIN
|
Identifikasi masalah yang paling mungkin
Identifikasi penyebab yang mungkin
Tindakan pencegahan
Tindakan sesuai rencana
|
2.5. RANCANGAN LERENG TAMBANG
Apakah perancangan lereng tambang itu ?. Pada prakteknya metoda perancangan berpatokan pada heuristic's atau rules of thumb (The Institution of Engineers Australia, 1990). Tapi pada geoteknik pertambangan yang didasarkan geologi, konsep perancangan lereng tambang lebih relevan seperti heuristic's. Hal ini memberi pandangan yang luas mengenai aktivitas alam. Heuristic's didefinisikan sebagai :
"Suatu metoda untuk memecahkan masalah yang sama sekali tidak tergantung pada algoritma, tapi tergantung pada pertimbangan induktif dari pengalaman pada masalah yang sama (Macquarie Dictionary)".
Algoritma adalah suatu prosedur untuk memecahkan masalah yang terbatas dan digunakan untuk proses merancang, tetapi tidak pernah digunakan untuk merancang lereng tambang.
Definisi heuristic yang lainnya adalah pertimbangan induktif, yaitu :
"Proses penjelasan penemuan untuk suatu fakta yang khusus, dengan memperkirakan besarnya fakta pengamatan dimana penjelasan ini meliputi seluruh fakta".
Hal ini tidak umum untuk suatu proses deduktif dimana kesimpulan didasarkan pada fakta yang diketahui atau prinsip yang ada. Merancang lereng tambang didasarkan pada pengamatan kuantitatif dari sebagian kecil conto tanah atau massa batuan. Oleh karena itu pertimbangan yang penting adalah :
"Hanya keahlian yang tepat mengelola suatu lingkungan heuristic” (The Institution of Engineers Australia, 1990).
Pada tambang bawah tanah dengan batuan yang keras masalah teknik mekanika batuan adalah pengontrolan bawah tanah (BRADY, 1986); pengontrolan atas deformasi dan displacement untuk memastikan kestabilan secara keseluruhan, melindungi jalan masuk, memelihara kondisi kerja yang aman dan cadangan bijih (BRADY & BROWN, 1985). Masalah teknik dalam menrancang lereng tambang terbuka adalah tidak dapat mengontrol bawah tanah dan dengan asumsi yang implisit sehingga lereng dapat runtuh. Sasaran pokok dalam perancangan lereng tambang terbuka adalah :
"Tercapainya desain yang optimum adalah kompromi antara lereng yang ekonomis dan cukup aman" (Hoek and Bray, 1973).
Bagaimanapun dalam prakteknya pemakaian geoteknik untuk rancangan lereng permukaan tidak ada jawaban yang eksak.
2.6. Rancangan Metoda Pengamatan
Salah satu pelopor mekanika tanah dan geoteknik adalah R.B. PECK. Ia yang pertama kali merumuskan teori dan praktek mekanika tanah.
Ia cenderung tidak langsung ke masalah persoalan teknisnya tetapi :
... pengetahuan yang ada dapat diaplikasi lebih efektif.
Pada akhirnya, ia mengembangakan metoda perancangan observation atau learn as you go. Singkatnya metoda ini memerlukan :
a. Eksplorasi untuk menentukan keadaan alam, pola dan sifat endapan, tapi tidak perlu detail.
b. Penilaian kondisi yang mungkin dan mengetahui penyimpangan dari kondisi ini, terutama penilaian geologi.
c. Menentukan perancangan didasarkan hipotesa keadaan yang dulu.
d. Pemilihan kuantitas yang diamati seperti hasil konstruksi dan perhitungan nilai terdahulu sebagai dasar hipotesa.
e. Perhitungan nilai pada kuantitas yang sama pada kondisi yang paling tidak menguntungkan sesuai dengan data yang ada mengenai kondisi bawah permukaan.
f. Memilih tindakan untuk melanjutkan atau memperbaharui perancangan untuk setiap penyimpangan yangdiduga dari pengamatan yang diprediksi pada dasar hipotesa.
g. Pengukuran kuantitas yang diamati dan mengevaluasi kondisi sebenarnya.
h. Modifikasi perancangan sesuai dengan kondisi.
Metoda ini dikembangkan terutama untuk runtuha singkat (State of Art, 1969) dan kemampuan memprediksi pelaksanaankonstruksi sipil. Metoda ini mempunyai kelebihan dalam aplikasi pertambangan. Dalam pertambangan, tidak hanya pengetahuan secara teori tapi digabungkan dengan penyelidikan.
Metoda yang sama dikembangakan secara terpisah untuk beberapa aplikasi pertambangan (SULLIVAN, 1991). Metoda ini dikembangkan untuk memenuhi permintaan yang meningkat pada tahun 1980-an dimana :
- untuk skala tambang kecil sampai menengah
- dengan umur tambang relatif pendek
- sumberdaya ekonomi yang tidak terbukti sebelumnya ditambang
Bagaimanapun metoda ini potensial untuk aplikasi yang limited vision, tidak jelas pengetahuan dan kriteria perancangannya.
Tabel 3 menunjukkan perbandingan dari kedua metoda di atas.
Bila metoda ini diketahui dan dipakai sebagai bagian yang penting dalam geoteknik untuk tambang, perlu diperhatikan dalam mengintegrasikan pada perencanaan tambang, karena biasanya menghasilkan :
- pengurangan resiko
- pengurangan hasil pengupasan
- perbaikan dalam keseimbangan keamanan dan ongkos
Tabel 3 Metoda pengamatan dan penerapannya pada pertambangan
Metoda desain pengamatan (Peck, 1983)
|
Klasifikasi umum aktivitas desain
|
Tahap-tahap yang sama pada meto-da geoteknik pertambangan
|
1. Eksplorasi untuk karakterisasi umum.
2. Penilaian yang paling jelek.
|
Pengamatan
|
Penilaian geologi daerah. Identifikasi ciri-ciri geoteknik yang penting. Klasi-fikasi geoteknik pada kondisi geologi.
|
3. Rancangan kondisi yang paling mungkin.
4. Pemilihan dan kuantitatifikasi parameter yang diamati selama penggalian untuk kondisi yang paling mungkin.
|
Analisis dan rancangan
|
Rancangan highwall akhir yang paling mungkin
Rancangan sistem pemantauan untuk highwall sementara
|
5. Seperti di atas untuk kondisi paling jelek.
6. Pemilihan dan perbaikan pengu-kuran dan mengambil tindakan jika indikasi pengamatan yang paling mungkin.
|
Perencanaan, penilaian resiko, peringanan resiko
|
Penilaian pengembangan pit, jalan angkut dan pengurangan pekerjaan,
jadi kesempatan yang ada untuk memperbaiki data sebelumnya untuk akhir perancangan.
|
7. Pengamatan dan pengukuran selama konstruksi.
8. Modifikasi perancangan yang diperlukan.
|
Pemantauan penggalian (feedback loops)
|
Pemetaan secara detail dimulai dari pit atau awal penggalian.
Penilaian kembali perancangan.
Pemantauan.
|
2.7. KLASIFIKASI PERBANDINGAN METODA-METODA DALAM MENDESAIN LERENG TAMBANG
Tabel 4 Perbandingan metoda rancangan lereng
2.8. RANCANGAN TAMBANG
2.7.1. Ketentuan
Faktor keamanan
lereng 1,2 - 1,3
heave 1,5
Analisis balik longsoran besar 1,1
Geologi yang kompleks, tanah/batuan
yang lunak, adanya air tanah 1,3
Kondisi yang sederhana 1,2
Sipil 1,5
penyelidikan
pemercontohan
tapi masih dapat runtuh pada 1,5
biasanya jika \a\da\ 2 hal yang
salah dan atau model tidak benar.
2.8.2. Kemungkinan Runtuh
Jenjang lereng 10 - 50%
tergantung volume
Jika keruntuhan untuk berat semua
jenjang maka : 10 - 30%
Lereng keseluruhan (overall slope)
(Termasuk inter ramp) 1 - 3%