1. Perhitungan Keperluan Udara Segar
Jenis kegiatan manusia dapat dibeda-bedakan atas :
·
Dalam
keadaan istirahat
·
Dalam
melakukan kegiatan kerja yang moderat, misalnya kerja kantor
·
Dalam
melakukan kegiatan kerja keras, misalnya olah raga atau kerja di tambang.
Atas
dasar jenis kegiatan kerja yang dilakukan ini akan diperlukan juga udara segar
yang berlainan jumlahnya. Dalam suatu pernafasan terjadi kegiatan menghirup
udara segar dan menghembuskan udara hasil pernafasan. Laju pernafasan per menit
didefinisikan sebagai banyaknya udara dihirup dan dihembuskan per satuan waktu
satu menit. Laju pernafasan ini akan berlainan bagi setiap kegiatan manusia
yang berbeda, makin keras kerja yang dilakukan makin besar angka laju
pernafasannya.
Perlu
juga dalam hal ini didefinisikan arti angka bagi atau nisbah pernafasan
(respiratori quotient) yang didefiniskan sebagai nisbah antara jumlah
karbondioksida yang dihembuskan terhadap jumlah oksigen yang dihirup pada suatu
proses pernafasan. Pada manusia yang
bekerja keras, angka bagi pernafasan ini (respiratori quotient) sama dengan
satu, yang berarti bahwa jumlah CO2 yang dihembuskan sama dengan
jumlah O2 yang dihirup pada pernafasannya.Tabel 2 berikut memberikan
gambaran mengenai keperluan oksigen pada pernafasan pada tiga jenis kegiatan
manusia secara umum.
Tabel 2.
Kebutuhan Udara Pernafasan (Hartman,
1982)
Kegiatan kerja
|
Laju Pernafasan
Per menit
|
Udara terhirup per
menit dalam in3/menit (10-4 m3/detik)
|
Oksigen ter
konsumsi cfm (10-5 m3/detik)
|
Angka bagi
pernafasan
( respiratori
quotient)
|
Istirahat
|
12 – 18
|
300-800 (0,82-2,18)
|
0,01 (0,47)
|
0,75
|
Kerja Moderat
|
30
|
2800-3600
(7,64-9,83)
|
0,07 (3,3)
|
0,9
|
Kerja keras
|
40
|
6000 (16,4)
|
0,10 (4,7)
|
1,0
|
Ada dua
cara perhitungan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan perorang untuk
pernafasan, yakni;
·
Atas
dasar kebutuhan O2 minimum, yaitu 19,5 %.
Jumlah udara yang dibutuhkan = Q cfm
Pada
pernafasan, jumlah oksigen akan berkurang sebanyak 0,1 cfm ; sehingga akan dihasilkan persamaan
untuk jumlah oksigen sebagai berikut;
0,21
Q -
0,1 = 0,195 Q
(Kandungan Oksigen) – (Jumlah Oksigen
pada pernafasan) = ( Kandungan Oksigen
minimum
untuk udara
pernapasan
)
Q = (0,1/
(0,21 – 0,195)) = 6,7 cfm (=3,2 x 10-3 m3/detik)
·
Atas
dasar kandungan CO2 maksimum, yaitu 0,5 %.
Dengan
harga angka bagi pernafasan = 1,0 ; maka jumlah CO2 pada pernafasan
akan bertambah sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm.
Dengan demikian akan didapat persamaan :
0,0003
Q + 0,1
= 0,005 Q
(Kandungan CO2 –
( Jumlah CO2-
= ( kandungan CO2 maksimum
dlm udara normal)
hasil pernafasan) dalam udara)
Q
= (0,1/(0,005 – 0,0003)) = 21,3 cfm (=
0,01 m3/detik)
Dari
kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan oksigen minimum 19,5 % dalam
udara pernafasan dan kandungan maksimum karbon dioksida sebesar 0,5 % dalam
udara untuk pernafasan, diperoleh angka kebutuhan udara segar bagi pernafasan
seseorang sebesar 6,7 cfm dan 21,3 cfm. Dalam hal ini tentunya angka 21,3 cfm
yang digunakan sebagai angka kebutuhan seseorang untuk pernafasan.
Dalam
merancang kebutuhan udara untuk ventilasi tambang digunakan angka kurang lebih
sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm per orang ( = 0,1 m3/detik
per orang)
a.
Kandungan Oksigen Dalam Udara
Oksigen
merupakan unsur yang sangat diperlukan untuk kehidupan manusia. Pada
pernafasannya, manusia akan menghirup oksigen, yang kemudian bereaksi dengan
butir darah (haemoglobine) menjadi oksihaemoglobin yang akan mendukung
kehidupan. Dalam udara normal, kandungan oksigen adalah 21 % dan udara dianggap
layak untuk suatu pernafasan apabila kandungan oksigen tidak boleh kurang dari
19,5 %.
Banyak
proses-proses dalam alam yang dapat menyebabkan pengurangan kandungan oksigen
dalam udara; terutama untuk udara tambang bawah tanah. Peristiwa oksidasi, pembakaran pada mesin
bakar dan pernafasan oleh manusia merupakan contoh dari proses kandungan
pengurangan oksigen .
Kandungan
oksigen dalam udara juga akan berkurang pada keadaan ketinggian (altitude) yang
makin tinggi.
Kekurangnan
oksigen dalam udara yang digunakan bagi pernafasan akan berpengaruh terhadap
keadaan fisiologi manusia, seperti diperlihatkan pada tabel 3 berikut;
Tabel 3
Pengaruh Kekurangan Oksigen
Kandungan O2
Di Udara
|
Pengaruh
|
17 %
15 %
13 %
19 %
7 %
6 %
|
-
Laju
pernapasan meningkat (ekuivalen dengan ketinggian 1600 m)
-
Terasa
pusing, suara mendesing dalam telinga dan jantung berdetak cepat
-
Kehilangan
kesadaran
-
Pucat
dan jatuh pingsan
-
Sangat
membahayakan kehidupan
-
Kejang-kejang
dan kematian
|
b.
Gas-Gas Pengotor
Ada
beberapa macam gas pengotor dalam udara tambang bawah tanah. Gas-gas ini
berasal baik dari proses-proses yang terjadi dalam tambang maupun berasal dari
batuan ataupun bahan galiannya.
Mesin-mesin
yang digunakan dalam tambang misalnya merupakan salah satu sumber dari gas
pengotor. Demikian juga proses peledakan yang diterapkan dalam tambang untuk
pemberaian dapat merupakan sumber gas pengotor. Dalam tambang batubara, gas methan (CH4) merupakan gas
yang selalu ada dalam lapisan batubara. Gas-gas pengotor yang terdapat dalam
tambang bawah tanah tersebut, ada yang berifat gas racun, yakni; gas yang
bereaksi dengan darah dan dapat menyebabkan kematian. Dapat juga gas pengotor
ini menyebabkan bahaya, baik terhadap kehidupan manusia maupun dapat
menyebabkan peledakan. Tabel 4 menunjukan bermacam gas yang dapat berada dalam
tambang bawah tanah.
1)
Karbondioksida (CO2)
Gas ini
tidak berwarna dan tidak berbau, tidak mendukung nyala api dan bukan merupakan
gas racun. Gas ini lebih berat dari pada udara, karenanya selalu terdapat pada
bagian bawah dari suatu jalan udara. Dalam udara normal kandungan CO2
adalah 0,03 %. Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul pada bagian bekas-bekas
penambangan terutama yang tidak terkena aliran ventilasi, juga pada dasar
sumur-sumur tua. Sumber dari CO2 berasal dari hasil pembakaran,
hasil peledakan atau dari lapisan batuan dan dari hasil pernafasan manusia.
Pada kandungan CO2 = 0,5 %
laju pernafasan manusia mulai meningkat, pada kandungan CO2 = 3 %
laju pernafasan menjadi dua kali lipat dari keadaan normal, dan pada kandungan
CO2 = 5 % laju pernafasan meningkat tiga kali lipat dan pada CO2
= 10 % manusia hanya dapat bertahan beberapa menit. Kombinasi CO2
dan udara biasa disebut dengan ‘blackdamp’.
2)
Methan (CH4)
Gas
methan ini merupakan gas yang selalu berada dalam tambang batubara dan sering
merupakan sumber dari suatu peledakan tambang. Campuran gas methan dengan udara
disebut ‘Firedamp’. Apabila kandungan methan dalam udara tambang bawah
tanah mencapai 1 % maka seluruh hubungan mesin listrik harus dimatikan. Gas ini
mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari pada udara dan karenanya selalu
berada pada bagian atas dari jalan
udara.
Methan
merupakan gas yang tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
mempunyai rasa. Pada saat proses pembatubaraan terjadi maka gas methan
terbentuk bersama-sama dengan gas karbondioksida. Gas methan ini akan tetap
berada dalam lapisan batubara selama tidak ada perubahan tekanan padanya.
Terbebasnya gas methan dari suatu lapisan batubara dapat dinyatakan dalam suatu
volume per satuan luas lapisan batubara, tetapi dapat juga dinyatakan dalam
satuan volume per satuan waktu. Terhadap kandungan gas methan yang masih
terperangkap dalam suatu lapisan batubara
dapat dilakukan penyedotan dari gas methan tersebut dengan pompa untuk
dimanfaatkan. Proyek ini dikenal dengan nama ‘seam methane drainage’.
3)
Karbon Monoksida (CO)
Gas
karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak ada
rasa, dapat terbakar dan sangat beracun. Gas ini banyak dihasilkan pada saat
terjadi kebakaran pada tambang bawah tanah dan menyebabkan tingkat kematian
yang tinggi. Gas ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap haemoglobin darah,
sehingga sedikit saja kandungan gas CO
dalam udara akan segera bersenyawa dengan butir-butir haemoglobin (COHb) yang akan meracuni tubuh
lewat darah. Afinitas CO terhadap haemoglobin menurut penelitian (Forbes and
Grove, 1954) mempunyai kekuatan 300 kali lebih besar dari pada oksigen dengan
haemoglobin. Gas CO dihasilkan dari hasil pembakaran, operasi motor bakar,
proses peledakan dan oksidasi lapisan batubara.
Karbon
monoksida merupakan gas beracun yang sangat mematikan karena sifatnya yang
kumulatif, seperti terlihat pada gambar 1. Misalnya gas CO pada kandungan 0,04
% dalam udara apabila terhirup selama satu jam baru memberikan sedikit perasaan
tidak enak, namun dalam waktu 2 jam dapat menyebabkan rasa pusing dan setelah 3 jam akan menyebabkan pingsan/
tidak sadarkan diri dan pada waktu lewat 5 jam dapat menyebabkan kematian.
Kandungan CO sering juga dinyatakan dalam ppm (part per milion). Sumber CO yang
sering menyebabkan kematian adalah gas buangan dari mobil dan kadang-kadang
juga gas pemanas air. Gas CO mempunyai berat jenis 0,9672 sehingga selalu
terapung dalam udara.
Gambar 1.
Pengaruh Racun Gas CO Sebagai Fungsi
Waktu
4)
Hidrogen Sulfida (H2S)
Gas ini
sering disebut juga ‘stinkdamp’ (gas busuk) karena baunya seperti bau telur busuk.
Gas ini tidak berwarna, merupkan gas racun
dan dapat meledak, merupakan hasil dekomposisi dari senyawa belerang.
Gas ini mempunyai berat jenis yang sedikit lebih berat dari udara. Merupakan
gas yang sangat beracun dengan ambang batas (TLV-TWA) sebesar 10 ppm pada waktu
selama 8 jam terdedah (exposed) dan untuk waktu singkat (TLV-STEL) adalah 15
ppm. Walaupun gas H2S mempunyai bau yang sangat jelas, namun
kepekaan terhadap bau ini akan dapat rusak akibat reaksi gas H2S
terhadap syaraf penciuman. Pada kandungan H2S = 0,01 % untuk selama
waktu 15 menit, maka kepekaan manusia akan bau ini sudah akan hilang.
5)
Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur
dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa terbakar. Merupakan
gas racun yag terjadi apabila ada senyawa belerang yang terbakar. Lebih berat
dari pada udara, dan akan sangat membantu pada mata, hidung dan tenggorokan.
Harga ambang batas ditetapkan pada keadaan gas = 2 ppm (TLV-TWA) atau pada
waktu terdedah yang singkat (TLV-STEL) = 5 ppm.
6)
Nitrogen Oksida NOX)
Gas
nitrogen oksida sebenarnya merupakan gas yang ‘inert’, namun pada keadaan
tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat menghasilkan gas yang sangat
beracun. Terbentuknya dalam tambang bawah tanah sebagai hasil peledakan dan gas
buang dari motor bakar. NO2 merupakan gas yang lebih sering terdapat
dalam tambang dan merupakan gas racun. Harga ambang batas ditetapkan 5 ppm, baik untuk waktu terdedah singkat
maupun untuk waktu 8 jam kerja. Oksida notrogen yang merupakan gas racun ini
akan bersenyawa dengan kandungan air dalam udara membentuk asam nitrat, yang
dapat merusak paru-paru apabila terhirup oleh manusia.
7)
Gas Pengotor Lain
Gas yang
dapat dikelompokkan dalam gas pengotor lain adalah gas Hidrogen yang dapat
berasal dari proses pengisian aki (battery) dan gas-gas yang biasa terdapat
pada tambang bahan galian radioaktif seperti gas radon.
c.
Pengendalian Gas-Gas Tambang
Beberapa
cara pengendalian berikut ini dapat dilakukan terhadap pengotor gas pada
tambang bawah tanah :
1) Pencegahan (Preventation)
a) Menerapkan prosedur peledakan yang
benar
b) Perawatan dari motor-motor bakar yang
baik
c) Pencegahan terhadap adanya api
2) Pemindahan (Removal)
a) Penyaliran (drainage) gas sebelum
penambangan
b) Penggunaan ventilasi isap lokal dengan
kipas
Tabel 4
Sifat Bermacam Gas
Nama
|
Sim
Bol
|
Berat
Jenis
Udara
=1
|
Sifat fisik
|
Pengaruh
|
Sumber Utama
|
Ambang batas TLU-TWA (%)
|
Ambang batas TLU-C (%)
|
Kisar ledak
|
Oksigen
|
O2
|
1,1056
|
Tdk
berwarna tdk berbau,tdk ada rasa
|
Bukan
racun tdk berbahaya
|
Udara
normal
|
|
|
|
Nitrgen
|
N2
|
0,9673
|
Tdk berwarna, tdk
berbau,tdk ada rasa
|
Bukan
Racun
tapi
Menyesak
kan
|
Udara
normal lapisan
|
|
|
|
Karbon
Dioksida
|
CO2
|
1,5291
|
Tdk berwarna, tdk
berbau,rasa agak asam
|
Sesak
nafas berkeringat
|
Pernafasan,lapisan,motor
bakar,peledakan
|
0,5
|
|
|
Methan
|
CH4
|
0,5545
|
Tdk berwarna, tdk
berbau,tdk ada rasa
|
Menyesakkan
nafas dapat meledak
|
Lapisan,
motor bakar, peledakan
|
|
|
5 – 15
|
Karbon
Monoksida
|
CO
|
0,9672
|
Tdk berwarna, tdk
berbau,tdk ada rasa
|
Racun
dapat meledak
|
Nyala
api,peledakan,motor bakar,
oksidasi
|
0,005
|
|
12.5 – 74
|
Hidrogen
sulfida
|
H2S
|
1,1912
|
Tdk berwarna, bau
telur busuk, rasa asam
|
Racun
dapat meledak
|
Lapisan
air
tanah,pele
dakan
|
0,001
|
|
4 – 44
|
Sulfur
Dioksida
|
SO2
|
2,2636
|
Tdk berwarna, bau
mangganggu, rasa asam
|
Racun
|
Pembakaran
sulfida,motor bakar
|
0,0005
|
|
|
Nitrogen
Oksida
|
NO2
N2O
|
1,5895
|
Bau tajam, warna
coklat, rasa pahit
|
Racun
|
Peledakan,motor
bakar
|
|
0,0005
|
|
Hidrogen
|
H2
|
0,0695
|
Tdk berwarna, tdk
berbau,tdk ada rasa
|
Dapat
meledak
|
Air
pada api,panas bateray
|
|
|
4 – 74
|
Radon
|
RA
|
7,665
|
|
Radio
aktif
|
lapisan
|
IWL
|
?
|
-
|
3) Absorpsi (Absorption)
a) Penggunaan reaksi kimia terhadap gas
yang keluar dari mesin
b) Pelarutan dengan percikan air terhadap
gas hasil peledakan
4) Isolasi (Isolation)
a) Memberi batas sekat terhadap daerah
kerja yang terbakar
b) Penggunaan waktu-waktu peledakan pada
saat pergantian gilir atau waktu-waktu tertentu
5) Pelarutan
a) Pelarutan lokal dengan menggunakan
ventilasi lokal
b) Pelarutan dengan aliran udara utama
Biasanya
cara pelarutan akan memberikan hasil baik, tetapi sering beberapa cara tersebut
dilakukan bersama-sama.
Jumlah
udara segar yang diperlukan untuk mengencerkan suatu masukan gas sampai pada
nilai MAC adalah:
Q = (Qg/ (MAC) – B) – Qg
Dimana ; Qg = masukan
gas pengotor
B = konsentrasi gas dalam udara normal
Contoh.:
Suatu
masukan gas pengotor dengan laju 10 cfm memasuki suatu ruang kerja. Apabila MAC
= 10 % maka banyaknya udara segar yang diperlukan adalah:
Q
= (10 / (0,1-0)) - 10 = 100 – 10 = 90 cfm
d.
Karakteristik Debu, Sumber dan Cara Penanganannya
1) Perilaku Dinamik Partikel Debu
Debu
yang dihasilkan dalam operasi tambang
bawah tanah dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi para pekerjanya.
Partikel
debu yang sering dijumpai di alam biasanya terdiri dari partikel-partikel yang
berukuran lebih besar dari pada 40 mikron. Sedangkan partikel terkecil yang
dapat dilihat melalui mikroskop adalah 0,25 mikron. Kurang lebih 80 % debu hasil dari operasi tambang
mempunyai ukuran partikel sekitar dibawah 1 mikron.
Partikel
debu, baik yang dapat menimbulkan efek
patologis atau terbakar, umumnya
berukuran lebih kecil dari 10 mikron. Sedangkan partikel debu yang lebih kecil
dari 5 mikron diklasifikasikan sebagai debu yang terhisap (respirable dust).
Partikel debu dengan ukuran lebih besar dari 10 mikron sangat sulit untuk
tersuspensi di udara dalam waktu yang
lama, kecuali kecepatan aliran udara sangat tinggi. Sedangkan partikel
debu yang sering dijumpai di tambang
bahwah tanah mempunyai ukuran rata-rata antara 0,5 – 3 mikron.
Partikel
debu dengan ukuran dibawah 10 mikron, yang berbahaya bagi kesehatan, tidak
mempunyai inertia sehingga akan tersuspensi di aliran udara. Oleh karenanya kontrol debu selalu
berhubungan dengan debu yang berukuran tersebut.
2) Klasifikasi Debu
Klasifikasi
debu pada dasarnya dapat dibedakan menurut tingkat bahaya terhadap fisiologis
dan kemampuledakannya. Berikut ini adalah klasifikasi yang diurut menurut
menurunnya tingkat bahaya.
a) Debu Fibrogenik (berbahaya terhadap
pernafasan);
(1) Silika (kuarsa dan chert)
(2) Silikat (asbestos, talk mika dan
silimanit)
(3) Metal fumes/ asap logam
(4) Bijih timah
(5) Bijih besi (beberapa)
(6) Karborondum
(7) Batubara (antrhracite dan bituminous)
b) Debu Karsinogenik
(1) Kelompok Radon
(2) Asbestos
(3) Arsenik
c) Debu Racun (racun terhadap organ tubuh
dan jaringan/tissues)
(1) Bijih berilium
(2) Arsenik
(3) Timah hitam
(4) Uranium
(5) Radium
(6) Torium
(7) Kromium
(8) Vanadium
(9) Air raksa
(10) Kadmium
(11) Antimoni
(12) Selenium
(13) Mangan
(14) Tungsten
(15) Nikel
(16) Perak (khusus oksida dan karbonat)
d) Debu Radioaktif (membahayakan karena
radiasi sinar alpha a dan sinar betha b
(1) Bijih uranium
(2) Radium
(3) Torium
e) Debu Ledak (terbakar diudara)
(1) Debu logam (magnesium, aluminium, seng,
timah, dan besi)
(2) Batubara (bituminuous dan lignit)
(3) Bijih sulfida
(4) Debu organik
f) Debu pengganggu (sedikit mengganggu)
(1) Gipsum
(2) Kaolin
(3) Gamping
g) Debu inert (tidak membahayakan)
- Tidak ada
3)
Efek Fisiologis dari Debu Fibrogenik
Pengaruh
buruk dari debu fibrogenik dapat dipahami bila komponen dan fungsi dari sistem
pernafasan diketahui dengan baik.
Jalur
dari lubang dan mulut terus berhubungan dengan trachea di dalam tenggorokan
yang selanjutnya ke bronchial. Jalur ini mengalirkan udara ke paru-paru bagian
kiri dan kanan. Kemudian masing-masing
bercabang lagi ke jalur-jalur kecil, yaitu bronchioli. Pada ujung bronchioli
terdapat kantung-kantung alveoli dimana terjadi oksiginasi darah.
Sistem
pernafasan manusia dilengkapi dengan sistem perlindungan terhadap debu.
Rambut/bulu hidung akan menyaring partikel debu yang besar (> 5 – 10 mm).
“Mucous membrance’ yang melapisi hidung dan tenggorokan juga akan menangkap
debu. Selanjutnya di dalam trachea dan bronchi, sejenis rambut/bulu akan
menahan partikel debu berukuran (5 – 10 mm). dapat dikatakan tidak ada debu
berukuran > 1m yang masuk ke aveoli.
4)
Penyakit Pernafasan
Debu
dapat menyebabkan penyakit pernafasan fibrous dan non fibrous atau disebut juga
pnemoconiosis. Nama-nama jenis penyakit sejenis ini dan jenis debu penyebabnya
antara lain sebagai berikut;
a) Silicosis – akibat silika bebas
b) Silicotuberculosis – komplikasi
tuberkolosis ooleh silika
c) Asbestosis – akibat asbestos
d) Silicatosis - akibat silika lain
e) Siderosis – akibat bijih besi
f) Pekerja tambang batubara bawah tanah –
pneumoconiosis (blacklung) – atau anthracosilosis – akibat batubara baik
bituminous maupun anthracite.
Yang
paling serius dari kesemua jenis penyakit itu adalah silicosis. Sedangkan debu
yang dianggap sangat berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit kanker adalah:
·
Crocidolite
(asbestos)
·
Keluarnga
radon (kanker paru-paru)
·
Chrysotile
(asbestos)
·
Arsenic.
5)
Faktor-Faktor Yang Menentukan
Kebahayaan Debu Kepada Manusia
Tingkat bahaya debu pada kesehatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain ; komposisi debu, kosentrasi, ukuran partikel,
lamanya waktu berhubungan, dan kemampuan individual.
a) Komposisi Debu
Ditinjau
dari tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan komposisi mineralogi debu lebih
penting dibandingkan komposisi kimiawi atau sifat fisiknya. Sebagai contoh
silika bebas memiliki aktivitas kimia
yang lebih besar di dalam paru-paru dibandingkan silika campuran.
Namun
pada kasus asbestos, efek mekanik lebih penting, sedangkan untuk debu beracun,
kelarutan merupakan faktor penting.
b) Konsentrasi
Konsentrasi debu di udara dapat
dinyatakan dengan dua cara yaitu:
atas
dasar jumlah : satuan = mppcf (million of particles per
cubic foot)
= ppcc (particles per cubic
centimeter)
atas dasar berat : satuan = mg/m3.
Faktor
konsentrasi merupakan faktor
terpenting kedua setelah komposisi.
Secara umum debu dapat membahayakan paru-paru jika konsentrasinya lebih besar
dari 0,5 mg/m3.
Untuk
debu-debu beracun radioaktif konsentrasi yang lebih kecil pun dapat
membahayakan.
Tabel
berikut memperlihatkan konsentrasi debu maksimum pada lokasi tambang bawah
tanah:
No.
|
Lokasi
|
Konsentrasi Debu
Maksimum (mg/m3)
|
1
|
Face Longwall
|
7
|
2
|
Persiapan Lubang Bukaan (dengan
kandungan kuarsa > 0.45 mg./m3)
|
3
|
3
|
Pada tempat opersi lainnya
|
5
|
c) Ukuran Partikel
Debu
berukuran haslus (< 5 mm) merupakan debu yang paling berbahaya
karena luas permukaannya besar, dengan demikian aktivitas kimianya pun besar.
Selain itu debu halus tergolong debu yang dapat dihirup (respirable dust)
karena mungkin tersuspensi di udara.
d) Lamanya Waktu Terdedah (exposed time)
Penyakit
akibat debu umumnya timbul setelah seseorang bekerja di lingkungan yang berdebu
untuk suatu jangka waktu yang cukup lama. Waktu rata-rata perkembangan penyakit
silicosis berkisar antara 20 sampai 30 tahun.
e) Kemampuan Individual
Faktor
kemampuan individu terhadap bahaya debu sampai saat ini merupakan faktor yang
belum dapat dikuantifikasi.
Dapat
disimpulkan bahwa penyakit akibat debu atau ‘pneumoconiosis’ dipengaruhi oleh
kombinasi dari kelima faktor diatas. Hubungan antara kelima faktor di atas
dapat dilihat pada gambar 2 berikut;
Gambar
2.
Hubungan
Antara Konsentrasi Rata-Rata Debu Dan Lamanya Waktu Berhubungan Terhadap Gejala
‘Pneumoconiosis’ (Hartman,1982)
Show Conversion Code Hide Conversion Code Show Emoticon Hide Emoticon