PENGENDALIAN KUALITAS UDARA TAMBANG





1.  Perhitungan Keperluan Udara Segar

Jenis kegiatan manusia dapat dibeda-bedakan atas :

·         Dalam keadaan istirahat
·         Dalam melakukan kegiatan kerja yang moderat, misalnya kerja kantor
·         Dalam melakukan kegiatan kerja keras, misalnya olah raga atau kerja di tambang.

Atas dasar jenis kegiatan kerja yang dilakukan ini akan diperlukan juga udara segar yang berlainan jumlahnya. Dalam suatu pernafasan terjadi kegiatan menghirup udara segar dan menghembuskan udara hasil pernafasan. Laju pernafasan per menit didefinisikan sebagai banyaknya udara dihirup dan dihembuskan per satuan waktu satu menit. Laju pernafasan ini akan berlainan bagi setiap kegiatan manusia yang berbeda, makin keras kerja yang dilakukan makin besar angka laju pernafasannya.

Perlu juga dalam hal ini didefinisikan arti angka bagi atau nisbah pernafasan (respiratori quotient) yang didefiniskan sebagai nisbah antara jumlah karbondioksida yang dihembuskan terhadap jumlah oksigen yang dihirup pada suatu proses pernafasan.  Pada manusia yang bekerja keras, angka bagi pernafasan ini (respiratori quotient) sama dengan satu, yang berarti bahwa jumlah CO2 yang dihembuskan sama dengan jumlah O2 yang dihirup pada pernafasannya.Tabel 2 berikut memberikan gambaran mengenai keperluan oksigen pada pernafasan pada tiga jenis kegiatan manusia secara umum.

Tabel 2.
Kebutuhan Udara Pernafasan (Hartman, 1982)


Kegiatan kerja
Laju Pernafasan
 Per menit
Udara terhirup per menit dalam in3/menit (10-4 m3/detik)
Oksigen ter konsumsi cfm (10-5 m3/detik)
Angka bagi pernafasan
( respiratori quotient)
Istirahat
12 – 18
300-800  (0,82-2,18)
0,01   (0,47)
0,75
Kerja Moderat
30
2800-3600 (7,64-9,83)
0,07   (3,3)
0,9
Kerja keras
40
6000  (16,4)
0,10   (4,7)
1,0

Ada dua cara perhitungan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan perorang untuk pernafasan, yakni;

·         Atas dasar kebutuhan O2 minimum, yaitu 19,5 %.
Jumlah udara yang dibutuhkan = Q cfm

Pada pernafasan, jumlah oksigen akan berkurang sebanyak  0,1 cfm ; sehingga akan dihasilkan persamaan untuk jumlah oksigen sebagai berikut;

0,21 Q  -  0,1  =  0,195 Q

(Kandungan Oksigen) – (Jumlah Oksigen pada pernafasan) = ( Kandungan Oksigen
minimum untuk udara
pernapasan )
Q  =  (0,1/ (0,21 – 0,195))  =  6,7 cfm (=3,2 x 10-3 m3/detik)

·         Atas dasar kandungan CO2 maksimum, yaitu 0,5 %.

Dengan harga angka bagi pernafasan = 1,0 ; maka jumlah CO2 pada pernafasan akan bertambah sebanyak 1,0 x 0,1 = 0,1 cfm.

Dengan demikian akan didapat persamaan :

0,0003 Q +  0,1   =   0,005 Q

(Kandungan CO2                ( Jumlah CO2-          =    ( kandungan  CO2 maksimum
dlm udara normal)               hasil pernafasan)              dalam udara)

Q = (0,1/(0,005 – 0,0003)) = 21,3 cfm  (= 0,01 m3/detik)

Dari kedua cara perhitungan tadi, yaitu atas kandungan oksigen minimum 19,5 % dalam udara pernafasan dan kandungan maksimum karbon dioksida sebesar 0,5 % dalam udara untuk pernafasan, diperoleh angka kebutuhan udara segar bagi pernafasan seseorang sebesar 6,7 cfm dan 21,3 cfm. Dalam hal ini tentunya angka 21,3 cfm yang digunakan sebagai angka kebutuhan seseorang untuk pernafasan.

Dalam merancang kebutuhan udara untuk ventilasi tambang digunakan angka kurang lebih sepuluh kali lebih besar, yaitu 200 cfm per orang ( = 0,1 m3/detik per orang)

a.    Kandungan Oksigen Dalam Udara

Oksigen merupakan unsur yang sangat diperlukan untuk kehidupan manusia. Pada pernafasannya, manusia akan menghirup oksigen, yang kemudian bereaksi dengan butir darah (haemoglobine) menjadi oksihaemoglobin yang akan mendukung kehidupan. Dalam udara normal, kandungan oksigen adalah 21 % dan udara dianggap layak untuk suatu pernafasan apabila kandungan oksigen tidak boleh kurang dari 19,5 %.

Banyak proses-proses dalam alam yang dapat menyebabkan pengurangan kandungan oksigen dalam udara; terutama untuk udara tambang bawah tanah.  Peristiwa oksidasi, pembakaran pada mesin bakar dan pernafasan oleh manusia merupakan contoh dari proses kandungan pengurangan oksigen .

Kandungan oksigen dalam udara juga akan berkurang pada keadaan ketinggian (altitude) yang makin tinggi.

Kekurangnan oksigen dalam udara yang digunakan bagi pernafasan akan berpengaruh terhadap keadaan fisiologi manusia, seperti diperlihatkan pada tabel 3 berikut;


Tabel 3
Pengaruh Kekurangan Oksigen

Kandungan O2
 Di Udara
Pengaruh
17 %

15 %

13 %
19 %
7 %
6 %
-          Laju pernapasan meningkat (ekuivalen dengan ketinggian 1600 m)
-          Terasa pusing, suara mendesing dalam telinga dan jantung berdetak cepat
-          Kehilangan kesadaran
-          Pucat dan jatuh pingsan
-          Sangat membahayakan kehidupan
-          Kejang-kejang dan kematian


b.    Gas-Gas Pengotor

Ada beberapa macam gas pengotor dalam udara tambang bawah tanah. Gas-gas ini berasal baik dari proses-proses yang terjadi dalam tambang maupun berasal dari batuan ataupun bahan galiannya.

Mesin-mesin yang digunakan dalam tambang misalnya merupakan salah satu sumber dari gas pengotor. Demikian juga proses peledakan yang diterapkan dalam tambang untuk pemberaian dapat merupakan sumber gas pengotor. Dalam tambang batubara,  gas methan (CH4) merupakan gas yang selalu ada dalam lapisan batubara. Gas-gas pengotor yang terdapat dalam tambang bawah tanah tersebut, ada yang berifat gas racun, yakni; gas yang bereaksi dengan darah dan dapat menyebabkan kematian. Dapat juga gas pengotor ini menyebabkan bahaya, baik terhadap kehidupan manusia maupun dapat menyebabkan peledakan. Tabel 4 menunjukan bermacam gas yang dapat berada dalam tambang bawah tanah.

1)    Karbondioksida (CO2)

Gas ini tidak berwarna dan tidak berbau, tidak mendukung nyala api dan bukan merupakan gas racun. Gas ini lebih berat dari pada udara, karenanya selalu terdapat pada bagian bawah dari suatu jalan udara. Dalam udara normal kandungan CO2 adalah 0,03 %. Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul pada bagian bekas-bekas penambangan terutama yang tidak terkena aliran ventilasi, juga pada dasar sumur-sumur tua. Sumber dari CO2 berasal dari hasil pembakaran, hasil peledakan atau dari lapisan batuan dan dari hasil pernafasan manusia.

Pada kandungan CO2 = 0,5 % laju pernafasan manusia mulai meningkat, pada kandungan CO2 = 3 % laju pernafasan menjadi dua kali lipat dari keadaan normal, dan pada kandungan CO2 = 5 % laju pernafasan meningkat tiga kali lipat dan pada CO2 = 10 % manusia hanya dapat bertahan beberapa menit. Kombinasi CO2 dan udara biasa disebut dengan blackdamp’.
  


2)    Methan (CH4)

Gas methan ini merupakan gas yang selalu berada dalam tambang batubara dan sering merupakan sumber dari suatu peledakan tambang. Campuran gas methan dengan udara disebut ‘Firedamp’. Apabila kandungan methan dalam udara tambang bawah tanah mencapai 1 % maka seluruh hubungan mesin listrik harus dimatikan. Gas ini mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari pada udara dan karenanya selalu berada pada bagian atas dari jalan  udara.

Methan merupakan gas yang tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Pada saat proses pembatubaraan terjadi maka gas methan terbentuk bersama-sama dengan gas karbondioksida. Gas methan ini akan tetap berada dalam lapisan batubara selama tidak ada perubahan tekanan padanya. Terbebasnya gas methan dari suatu lapisan batubara dapat dinyatakan dalam suatu volume per satuan luas lapisan batubara, tetapi dapat juga dinyatakan dalam satuan volume per satuan waktu. Terhadap kandungan gas methan yang masih terperangkap dalam suatu lapisan batubara  dapat dilakukan penyedotan dari gas methan tersebut dengan pompa untuk dimanfaatkan. Proyek ini dikenal dengan nama ‘seam methane drainage’.

3)    Karbon Monoksida (CO)

Gas karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak ada rasa, dapat terbakar dan sangat beracun. Gas ini banyak dihasilkan pada saat terjadi kebakaran pada tambang bawah tanah dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Gas ini mempunyai afinitas yang tinggi terhadap haemoglobin darah, sehingga sedikit saja kandungan gas CO  dalam udara akan segera bersenyawa dengan butir-butir  haemoglobin (COHb) yang akan meracuni tubuh lewat darah. Afinitas CO terhadap haemoglobin menurut penelitian (Forbes and Grove, 1954) mempunyai kekuatan 300 kali lebih besar dari pada oksigen dengan haemoglobin. Gas CO dihasilkan dari hasil pembakaran, operasi motor bakar, proses peledakan dan oksidasi lapisan batubara.

Karbon monoksida merupakan gas beracun yang sangat mematikan karena sifatnya yang kumulatif, seperti terlihat pada gambar 1. Misalnya gas CO pada kandungan 0,04 % dalam udara apabila terhirup selama satu jam baru memberikan sedikit perasaan tidak enak, namun dalam waktu 2 jam dapat menyebabkan rasa pusing  dan setelah 3 jam akan menyebabkan pingsan/ tidak sadarkan diri dan pada waktu lewat 5 jam dapat menyebabkan kematian. Kandungan CO sering juga dinyatakan dalam ppm (part per milion). Sumber CO yang sering menyebabkan kematian adalah gas buangan dari mobil dan kadang-kadang juga gas pemanas air. Gas CO mempunyai berat jenis 0,9672 sehingga selalu terapung dalam udara.
       


Gambar 1.
Pengaruh Racun Gas CO Sebagai Fungsi Waktu

4)    Hidrogen Sulfida (H2S)
Gas ini sering disebut juga ‘stinkdamp’ (gas busuk) karena baunya seperti bau telur busuk. Gas ini tidak berwarna, merupkan gas racun  dan dapat meledak, merupakan hasil dekomposisi dari senyawa belerang. Gas ini mempunyai berat jenis yang sedikit lebih berat dari udara. Merupakan gas yang sangat beracun dengan ambang batas (TLV-TWA) sebesar 10 ppm pada waktu selama 8 jam terdedah (exposed) dan untuk waktu singkat (TLV-STEL) adalah 15 ppm. Walaupun gas H2S mempunyai bau yang sangat jelas, namun kepekaan terhadap bau ini akan dapat rusak akibat reaksi gas H2S terhadap syaraf penciuman. Pada kandungan H2S = 0,01 % untuk selama waktu 15 menit, maka kepekaan manusia akan bau ini sudah akan hilang.
  
5)    Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak bisa terbakar. Merupakan gas racun yag terjadi apabila ada senyawa belerang yang terbakar. Lebih berat dari pada udara, dan akan sangat membantu pada mata, hidung dan tenggorokan. Harga ambang batas ditetapkan pada keadaan gas = 2 ppm (TLV-TWA) atau pada waktu terdedah yang singkat (TLV-STEL) = 5 ppm.

6)    Nitrogen Oksida NOX)
Gas nitrogen oksida sebenarnya merupakan gas yang ‘inert’, namun pada keadaan tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat menghasilkan gas yang sangat beracun. Terbentuknya dalam tambang bawah tanah sebagai hasil peledakan dan gas buang dari motor bakar. NO2 merupakan gas yang lebih sering terdapat dalam tambang dan merupakan gas racun. Harga ambang batas ditetapkan  5 ppm, baik untuk waktu terdedah singkat maupun untuk waktu 8 jam kerja. Oksida notrogen yang merupakan gas racun ini akan bersenyawa dengan kandungan air dalam udara membentuk asam nitrat, yang dapat merusak paru-paru apabila terhirup oleh manusia.




7)    Gas Pengotor Lain
Gas yang dapat dikelompokkan dalam gas pengotor lain adalah gas Hidrogen yang dapat berasal dari proses pengisian aki (battery) dan gas-gas yang biasa terdapat pada tambang bahan galian radioaktif seperti gas radon.

c.    Pengendalian Gas-Gas Tambang

Beberapa cara pengendalian berikut ini dapat dilakukan terhadap pengotor gas pada tambang bawah tanah :

1)    Pencegahan (Preventation)
a)    Menerapkan prosedur peledakan yang benar
b)    Perawatan dari motor-motor bakar yang baik
c)    Pencegahan terhadap adanya api

2)    Pemindahan (Removal)
a)    Penyaliran (drainage) gas sebelum penambangan
b)    Penggunaan ventilasi isap lokal dengan kipas

Tabel 4
Sifat Bermacam Gas

Nama
Sim
Bol
Berat
Jenis
Udara
 =1
Sifat fisik
Pengaruh
Sumber Utama
Ambang batas TLU-TWA (%)
Ambang batas TLU-C (%)
Kisar ledak
Oksigen
O2
1,1056
Tdk berwarna tdk berbau,tdk ada rasa
Bukan racun tdk berbahaya
Udara normal



Nitrgen
N2
0,9673
Tdk berwarna, tdk berbau,tdk ada rasa
Bukan
Racun tapi
Menyesak
kan
Udara normal lapisan



Karbon Dioksida
CO2
1,5291
Tdk berwarna, tdk berbau,rasa agak asam
Sesak nafas berkeringat
Pernafasan,lapisan,motor bakar,peledakan
0,5


Methan
CH4
0,5545
Tdk berwarna, tdk berbau,tdk ada rasa
Menyesakkan nafas dapat meledak
Lapisan, motor bakar, peledakan


5 – 15
Karbon Monoksida
CO
0,9672
Tdk berwarna, tdk berbau,tdk ada rasa
Racun dapat meledak
Nyala api,peledakan,motor bakar,
oksidasi
0,005

12.5 – 74
Hidrogen sulfida
H2S
1,1912
Tdk berwarna, bau telur busuk, rasa asam
Racun dapat meledak
Lapisan air
tanah,pele
dakan
0,001

4 – 44
Sulfur Dioksida
SO2
2,2636
Tdk berwarna, bau mangganggu, rasa asam
Racun
Pembakaran sulfida,motor bakar
0,0005


Nitrogen Oksida
NO2
N2O
1,5895
Bau tajam, warna coklat, rasa pahit
Racun
Peledakan,motor bakar

0,0005

Hidrogen
H2
0,0695
Tdk berwarna, tdk berbau,tdk ada rasa
Dapat meledak
Air pada api,panas bateray


4 – 74
Radon
RA
7,665

Radio aktif
lapisan
IWL
?
-

3)    Absorpsi (Absorption)
a)    Penggunaan reaksi kimia terhadap gas yang keluar dari mesin
b)    Pelarutan dengan percikan air terhadap gas hasil peledakan

4)    Isolasi (Isolation)
a)    Memberi batas sekat terhadap daerah kerja yang terbakar
b)    Penggunaan waktu-waktu peledakan pada saat pergantian gilir atau waktu-waktu tertentu

5)    Pelarutan
a)    Pelarutan lokal dengan menggunakan ventilasi lokal
b)    Pelarutan dengan aliran udara utama

Biasanya cara pelarutan akan memberikan hasil baik, tetapi sering beberapa cara tersebut dilakukan bersama-sama.

Jumlah udara segar yang diperlukan untuk mengencerkan suatu masukan gas sampai pada nilai MAC adalah:

               Q = (Qg/ (MAC) – B) – Qg

Dimana ;            Qg       = masukan gas pengotor
                           B          = konsentrasi gas dalam udara normal
Contoh.:
Suatu masukan gas pengotor dengan laju 10 cfm memasuki suatu ruang kerja. Apabila MAC = 10 % maka banyaknya udara segar yang diperlukan adalah:

Q = (10 / (0,1-0)) - 10 = 100 – 10 = 90 cfm



d.    Karakteristik  Debu, Sumber dan Cara Penanganannya
1)    Perilaku Dinamik Partikel Debu
Debu yang dihasilkan  dalam operasi tambang bawah tanah dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi para pekerjanya.
Partikel debu yang sering dijumpai di alam biasanya terdiri dari partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari pada 40 mikron. Sedangkan partikel terkecil yang dapat dilihat melalui mikroskop adalah 0,25 mikron. Kurang  lebih 80 % debu hasil dari operasi tambang mempunyai ukuran partikel sekitar dibawah 1 mikron.
Partikel debu, baik  yang dapat menimbulkan efek patologis atau terbakar,  umumnya berukuran lebih kecil dari 10 mikron. Sedangkan partikel debu yang lebih kecil dari 5 mikron diklasifikasikan sebagai debu yang terhisap (respirable dust). Partikel debu dengan ukuran lebih besar dari 10 mikron sangat sulit untuk tersuspensi  di udara dalam waktu yang lama, kecuali kecepatan aliran udara sangat tinggi. Sedangkan partikel debu  yang sering dijumpai di tambang bahwah tanah mempunyai ukuran rata-rata antara 0,5 – 3 mikron.
Partikel debu dengan ukuran dibawah 10 mikron, yang berbahaya bagi kesehatan, tidak mempunyai inertia sehingga akan tersuspensi di aliran udara.  Oleh karenanya kontrol debu selalu berhubungan dengan debu yang berukuran tersebut.
2)    Klasifikasi Debu
Klasifikasi debu pada dasarnya dapat dibedakan menurut tingkat bahaya terhadap fisiologis dan kemampuledakannya. Berikut ini adalah klasifikasi yang diurut menurut menurunnya tingkat bahaya.

a)    Debu Fibrogenik (berbahaya terhadap pernafasan);
(1)  Silika (kuarsa dan chert)
(2)  Silikat (asbestos, talk mika dan silimanit)
(3)  Metal fumes/ asap logam
(4)  Bijih timah
(5)  Bijih besi (beberapa)
(6)  Karborondum
(7)  Batubara (antrhracite dan bituminous)

b)    Debu Karsinogenik
(1)  Kelompok Radon
(2)  Asbestos
(3)  Arsenik

c)    Debu Racun (racun terhadap organ tubuh dan jaringan/tissues)
(1)  Bijih berilium   
(2)  Arsenik
(3)  Timah hitam
(4)  Uranium
(5)  Radium
(6)  Torium
(7)   Kromium
(8)  Vanadium
(9)  Air raksa
(10)    Kadmium
(11)    Antimoni
(12)    Selenium
(13)    Mangan
(14)    Tungsten
(15)    Nikel
(16)    Perak (khusus oksida dan karbonat)

d)    Debu Radioaktif (membahayakan karena radiasi sinar alpha a dan sinar betha b
(1)  Bijih uranium
(2)  Radium
(3)  Torium

e)    Debu Ledak (terbakar diudara)
(1)  Debu logam (magnesium, aluminium, seng, timah, dan besi)
(2)  Batubara (bituminuous dan lignit)
(3)  Bijih sulfida
(4)  Debu organik

f)     Debu pengganggu (sedikit mengganggu)
(1)  Gipsum
(2)  Kaolin
(3)  Gamping

g)    Debu inert (tidak membahayakan)
- Tidak ada

3)    Efek Fisiologis dari Debu Fibrogenik

Pengaruh buruk dari debu fibrogenik dapat dipahami bila komponen dan fungsi dari sistem pernafasan diketahui dengan baik.
Jalur dari lubang dan mulut terus berhubungan dengan trachea di dalam tenggorokan yang selanjutnya ke bronchial. Jalur ini mengalirkan udara ke paru-paru bagian kiri  dan kanan. Kemudian masing-masing bercabang lagi ke jalur-jalur kecil, yaitu bronchioli. Pada ujung bronchioli terdapat kantung-kantung alveoli dimana terjadi oksiginasi darah.
Sistem pernafasan manusia dilengkapi dengan sistem perlindungan terhadap debu. Rambut/bulu hidung akan menyaring partikel debu yang besar (> 5 – 10 mm). “Mucous membrance’ yang melapisi hidung dan tenggorokan juga akan menangkap debu. Selanjutnya di dalam trachea dan bronchi, sejenis rambut/bulu akan menahan partikel debu berukuran (5 – 10 mm). dapat dikatakan tidak ada debu berukuran > 1m yang masuk ke aveoli.

4)    Penyakit Pernafasan
Debu dapat menyebabkan penyakit pernafasan fibrous dan non fibrous atau disebut juga pnemoconiosis. Nama-nama jenis penyakit sejenis ini dan jenis debu penyebabnya antara lain sebagai berikut;

a)    Silicosis – akibat silika bebas
b)    Silicotuberculosis – komplikasi tuberkolosis ooleh silika
c)    Asbestosis – akibat asbestos
d)    Silicatosis - akibat silika lain
e)    Siderosis – akibat bijih besi
f)     Pekerja tambang batubara bawah tanah – pneumoconiosis (blacklung) – atau anthracosilosis – akibat batubara baik bituminous maupun anthracite.

Yang paling serius dari kesemua jenis penyakit itu adalah silicosis. Sedangkan debu yang dianggap sangat berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit kanker adalah:
·         Crocidolite (asbestos)
·         Keluarnga radon (kanker paru-paru)
·         Chrysotile (asbestos)
·         Arsenic.

5)    Faktor-Faktor Yang Menentukan Kebahayaan Debu Kepada Manusia
Tingkat  bahaya debu pada kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ; komposisi debu, kosentrasi, ukuran partikel, lamanya waktu berhubungan, dan kemampuan individual.
a)    Komposisi Debu
Ditinjau dari tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan komposisi mineralogi debu lebih penting dibandingkan komposisi kimiawi atau sifat fisiknya. Sebagai contoh silika bebas memiliki aktivitas  kimia yang lebih besar di dalam paru-paru dibandingkan silika campuran.
Namun pada kasus asbestos, efek mekanik lebih penting, sedangkan untuk debu beracun, kelarutan merupakan faktor penting.   
b)    Konsentrasi
Konsentrasi debu di udara dapat dinyatakan dengan dua cara yaitu:
            atas dasar jumlah : satuan      =  mppcf (million of particles per
       cubic foot)
  =   ppcc (particles per cubic
       centimeter)
atas dasar berat : satuan        =  mg/m3.

Faktor konsentrasi  merupakan faktor terpenting  kedua setelah komposisi. Secara umum debu dapat membahayakan paru-paru jika konsentrasinya lebih besar dari 0,5 mg/m3.
Untuk debu-debu beracun radioaktif konsentrasi yang lebih kecil pun dapat membahayakan.

Tabel berikut memperlihatkan konsentrasi debu maksimum pada lokasi tambang bawah tanah:

No.
Lokasi
Konsentrasi Debu Maksimum (mg/m3)
1
Face Longwall
7
2
Persiapan Lubang Bukaan (dengan kandungan kuarsa > 0.45 mg./m3)
3
3
Pada tempat opersi lainnya
5

c)    Ukuran Partikel
Debu berukuran haslus (< 5 mm) merupakan debu yang paling berbahaya karena luas permukaannya besar, dengan demikian aktivitas kimianya pun besar. Selain itu debu halus tergolong debu yang dapat dihirup (respirable dust) karena mungkin tersuspensi di udara.
d)    Lamanya Waktu Terdedah (exposed time)
Penyakit akibat debu umumnya timbul setelah seseorang bekerja di lingkungan yang berdebu untuk suatu jangka waktu yang cukup lama. Waktu rata-rata perkembangan penyakit silicosis berkisar antara 20 sampai 30 tahun.


e)    Kemampuan Individual
Faktor kemampuan individu terhadap bahaya debu sampai saat ini merupakan faktor yang belum dapat dikuantifikasi.

Dapat disimpulkan bahwa penyakit akibat debu atau ‘pneumoconiosis’ dipengaruhi oleh kombinasi dari kelima faktor diatas. Hubungan antara kelima faktor di atas dapat dilihat pada gambar 2 berikut;

Gambar 2.
Hubungan Antara Konsentrasi Rata-Rata Debu Dan Lamanya Waktu Berhubungan Terhadap Gejala ‘Pneumoconiosis’ (Hartman,1982)
Previous
Next Post »
Thanks for your comment