Deskripsi inti bor dan pemetaan permukaan
bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi massa
batuan yang akan digunakan untuk mendukung proses karakterisasi massa batuan.
Sebelum karakterisasi, massa batuan
diklasifikasikan untuk mengetahui kualitas dari masing-masing lapisan
(kelompok) massa batuan. Salah satu sistem klasifikasi yang aplikasinya cukup
luas adalah Rock Mass Rating (RMR) system. Sistem RMR adalah system pengelompokan
kualitas massa batuan dengan cara memberi bobot atau rating pada
parameter-parameter dasar batuan yang diamati. Selain sistem RMR, masih
ada sistem klasifikasi yang lain dengan kebutuhan data agak berbeda dengan
sistem RMR.
Pada modul ini, yang akan dibahas pengambilan
data khusus untuk mendukung RMR system (Bieniawski, 1989). Terdapat 5
(lima) parameter utama yang harus dikumpulkan untuk mendukung klasifikasi
sistem ini, yaitu :
a) Strength of Intact Rock
(Kekuatan batuan utuh)
Data ini dapat diperoleh melalui uji kuat
tekan di laboratorium, dan juga melalui penyelidikan/pengamatan di lapangan.
Kekuatan batuan di lapangan diperkirakan dengan penentuan “index strength”,
yaitu dengan menggunakan pisau lipat atau palu geologi pada batuan, mengacu pada
standar ISRM (Tabel 3). Data ini dapat diperoleh dari inti bor maupun dari
pemetaan permukaan.
Pada tambang batubara di Indonesia, kekuatan
batuan biasanya berada pada rentang Extremely Weak Rock sampai Weak Rock dengan
index strength 0-25MPa.
b) RQD (Rock Quality
Designation)
RQD adalah modifikasi dari Recovery
pengeboran untuk menggambarkan kualitas batuan dalam kaitannya dengan fracture
alamiah. Semakin banyak fracture dalam batuan, maka RQD akan semakin rendah.
RQD ditentukan dari inti lubang bor, dengan perhitungan sebagai berikut :
Jika data pengeboran kurang, RQD dapat
ditentukan dari pemetaan di permukaan dengan cara membentangkan tali sepanjang
lapisan berfracture dan diusahakan tegak lurus dengan arah fracture yang
dominan (Laubscher, 1977) kemudian dilakukan perhitungan RQD seperti dalam
lubang bor.
c) Spacing of Discontinuities
(Spasi joint)
Dari inti bor, spasi joint ditentukan dengan
cara menghitung banyaknya fracture dalam satu run pengeboran, yaitu dengan cara
panjang run dibagi banyaknya fracture. Dari pemetaan permukaan, spasi joint
dapat juga ditentukan dengan cara dengan cara membagi panjang tali sepanjang
pengamatan dibagi banyaknya fracture sepanjang tali tersebut.
d) Condition of
Discontinuities (Kondisi joint)
Kondisi joint yang diamati adalah
kememenerusan joint (persistence/length), lebar rekahan (separation), kekasaran
bidang (roughness), kekerasan dan lebar material isian (gouge/infilling
material), dan kondisi pelapukan bidang (weathering). Jika terdapat lebih dari
satu set joint, rating RMR dihitung berdasarkan kondisi joint dengan
jarak antar joint yang paling dominan (Goodman, 1989). Namun untuk keperluan
karakterisasi tetap harus mempertimbangkan kondisi set joint yang lain untuk
memeriksa set joint mana yang menimbulkan resiko paling tinggi atau total
rating paling rendah.
Dari lima parameter kondisi joint, yang dapat
diidentifikasi secara meyakinkan dari lubang bor adalah kekasaran, tebal
material isian, dan kondisi pelapukan. Persistence tidak dapat diamati dari
lubang bor. Adapun lebar rekahan joint tidak dapat diukur secara meyakinkan
dari inti bor, karena dapat berubah ketika proses pengeboran dan handling.
Proses pengambilan data di permukaan sebaiknya diprioritaskan pada singkapan
yang masih segar untuk memperoleh 5 parameter kondisi joint.
e) Groundwater Condition
(Kondisi air tanah)
Air tanah mempunyai pengaruh yang besar pada prilaku massa batuan. Adanya air yang mengisi joint akan meningkatkan tekanan hidrostatis sehingga mempengaruhi disain tambang. Untuk perhitungan RMR, parameter air tidak dapat diperoleh di lubang bor, karena untuk sistem ini yang diperlukan adalah kondisi air di lereng tambang, dengan kategori : compeletely dry (kering), damp (lembab), wet (basah), dripping (menetes), dan flowing (mengalir). Walaupun demikian perlu mengambil data level air tanah untuk digunakan dalam memperkirakan garis level muka air tanah ketika melakukan pemodelan stabilitas lereng.
Selain kelima parameter di atas, data lain
yang harus diambil adalah orientasi joint. Orientasi joint bisa saja diperoleh
dari lubang bor melalui teknik orientasi (penandaan), tetapi lebih mudah
mengamatinya di permukaan. Parameter orientasi joint digunakan untuk mengoreksi
total rating RMR dari 5 parameter pertama yang biasanya disebut sebagai Basic
RMR.
Deskripsi geoteknik inti bor biasanya
bersamaan dengan kegiatan sampling geoteknik. Kegiatan sampling bertujuan untuk
mendapatkan sampel tidak terganggu untuk kemudian diuji di laboratorium agar
diperoleh sifat fisik dan mekanik batuan utuh. Agar sampel yang diambil dapat
mewakili kondisi alamiahnya, maka harus diperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut :
a) Sampel diambil pada
kedalaman yang dapat mewakili kondisi batuan,
b) Pengeboran menggunakan
triple tube core barrel,
c) Sampel tidak banyak kontak
dengan udara luar selama packing di lokasi pengeboran dan handling di
laboratorium, Sampel dikemas sedemikian hingga, menjaga
kondisi alamiahnya, dan terlindung dari guncangan selama handling dan
pengiriman ke laboratorium.
I. DESKRIPSI INTI BOR
(GEOTECHNICAL CORE LOGGING)
Berikut adalah prosedur pengamatan inti bor :
1. Persiapkan peralatan,
perlengkapan, dan bahan kemudian atur penempatannya sedemikian hingga
mempermudah alur kegiatan deskripsi geoteknik.
a) Deskripsi batuan dari inti
bor : lembar pengamatan (Tabel 1), tabel panduan (Tabel 2, 3, 4, dan 5),
ballpoint, note book, kalkulator, pisau lipat, palu geologi, meja deskripsi
(core table), meja dada, alat ukur (meteran), water level indicator, sendok
dempul, ember, gayung, dan lap.
b) Core sampling : plastic
wrap, alumunium foil, lakban kardus, koran bekas/serbuk gergaji, pipa PVC,
spidol permanent, meja sampling, dan gergaji.
c) Core photograpy : kamera
digital, baterai kamera, spidol permanent dan non-permanent, papan core-info,
core-box, sample-box, dan lampu penerang.
d) Alat Pengaman Diri : helm,
kacamata, sarung tangan, safety shoes, ear-plug, dan rompi lapangan.
2. Isi informasi awal pada
lembar deskripsi (Tabel 1) seperti : nama perusahaan, kode lubang bor, nomor
sheet, metode pengeboran, nama proyek, nama lokasi pengeboran, koordinat UTM,
inclination, azimut, total kedalaman, mesin bor yang digunakan, tanggal mulai
pengeboran, dan nama logger/ wellsite/ engineer/ geologist/ geotechnician.
3. Koordinasikan semua
rangkaian kegiatan pengeboran geoteknik pada seluruh crew pengeboran. Arahkan
driller untuk mendapatkan core yang mulus dan recovery tinggi. Lakukan
safety-talk setiap dimulai proses pengeboran untuk mengidentifikasi apakah
status kondisi tempat kerja dalam kondisi aman atau tidak.
4. Ukur kedalaman muka air
tanah dengan water level indicator, kemudian catat hasil pengukuran di lembar
deskripsi kolom “Water Level”. Lewati langkah ini di hari pertama pengeboran.
Data ini tidak diambil jika pengeboran dilakukan 24 jam atau jarak waktu antar
shift terlalu berdekatan.
5. Persilahkan crew untuk
memulai proses pengeboran.
6. Setelah core barel
diangkat, keluarkan splitter berisi core dari core-barrel dan letakkan di atas
core table (meja deskripsi). Pastikan meja deskripsi berada di tempat teduh
dengan pencahayaan yang memadai.
7. Buka splitter bagian atas.
Jika core dalam keadaan kotor/tertutup lumpur, basuh core dengan air. Keruk
lumpur menggunakan sendok dempul.
8. Bentangkan alat ukur
(metaran) sepanjang core. Letakkan papan core-info di sebelah core. Papan
core-info telah ditulisi informasi nomor run, kedalaman top dan bottom.
9. Potret batuan inti.
Pastikan tulisan pada papan core-info dan angka pada meteran dapat
terbaca dengan jelas.
10. Mulailah melakukan
deskripsi batuan inti dengan prosedur pengisian sebagai berikut :
a) Isilah bagian “DRILLING”
dengan rincian: kolom “Date” diisi dengan tanggal dan jam dimulainya
pengeboran, kolom “From” dan “To” diisi dengan batas atas dan batas bawah run
pengeboran, dan kolom “Length” diisi dengan panjang run pengeboran,
b) Isilah bagian “RECOVERY”
dengan rincian : kolom “Core length” diisi dengan panjang total core yang
diperoleh, dan kolom “Recovery” diisi dengan hasil perhitungan Recovery =
(core/run) x 100%.
c) Isilah bagian “MATERIAL
DESCRIPTION” dengan rincian : kolom “From” dan “To” diisi dengan batas litologi
(samakan dengan interval run jika dalam satu run memiliki litologi yang sama),
dan kolom “Lithology” diisi dengan informasi yang cukup menggambarkan kondisi
fisik tanah atau batuan, seperti batuan utama, batuan tambahan, warna,
kekompakan, laminasi, hancuran, kekasaran, ukuran butir, dan informasi lainnya.
d) Isilah bagian “STRENGTH”
dengan rincian : kolom “From” dan “To” dengan batas kekuatan batuan (samakan
dengan interval run jika dalam satu run memiliki kekuatan yang sama), dan kolom
“UCS” diisi dengan kode/nilai kuat tekan batuan inti. Gunakan pisau lipat atau
palu geologi untuk memperkirakan kekuatan batuan sesuai panduan pada Tabel 2
bagian 1 dan Tabel 3.
e) Isilah bagian “RQD” dengan
rincian : kolom “Tot ≥ 10cm” diisi dengan Jumlah total patahan batuan inti yang
memiliki panjang ≥10cm, dan kolom “RQD” diisi dengan hasil perhitungan RQD =
(Tot ≥ 10cm /run) x 100%. (Gambar 1).
f) Isilah “DISCONTINUITY
INFORMATION” dengan rincian : kolom “Frequency” diisi dengan banyaknya fracture
dalam satu run, kolom “Spacing” diisi dengan hasil perhitungan Spacing =
run/frequency, kolom “Roughness” diisi dengan kode tingkat kekasaran bidang
kekar (Tabel 2 bagian 4a-c), kolom “gouge/infill” diisi dengan dengan kode
material isian (Tabel 2 bagian 4a-d), dan kolom “weathering” diisi dengan kode
tingkat pelapukan bidang kekar (Tabel 2 bagian 4a-e dan Tabel 4).
11. Jika akan dilakukan
sampling pada run tersebut, ikuti prosedur sampling sebagai berikut :
a) Potong core yang akan
dijadikan sampel dengan pisau, gergaji besi atau palu geologi untuk batuan
keras.
b) Letakkan sampel pada meja
sampling. Pastikan meja sampling dalam kondisi rata, stabil, dan bersih dari
butiran-butiran tanah.
c) Catat kedalaman sampel pada
lembar deskripsi (Tabel 1) kolom “From” dan “To” bagian “SAMPLING”.
d) Bungkus sampel
bertuturut-turut dengan, plastic wrap, alumunium foil dan lakban kardus.
e) Tandai kedua ujung sampel
dengan tulisan “TOP” dan “BOTTOM” serta kedalaman sampel.
f) Bungkus dengan kertas koran
5 lapis, atau sampai pas dengan diameter dalam pipa PVC, kemudian masukkan ke
dalam piva PVC.
g) Masukkan sobekan kertas di
kedua ujung PVC, lalu rekat dengan lakban kardus.
h) Beri tanda pada PVC dengan
informasi meliputi : posisi top dan bottom, kode sampel, kedalaman, jenis
batuan, uji laboratorium yang diusulkan (Tabel 5), dan tanggal pengambilan
sampel (Gambar 2).
i) Catat kode sampel pada
lembar deskripsi (Tabel 1) bagian “SAMPLING”, kolom “Sample Code”. Isi pula
kolom “Lab.Test” dengan jenis uji yang diusulkan (Tabel 5).
j) Simpan sampel pada sample
box. Pastikan sample box berada pada kondisi yang stabil, terhindar dari
guncangan, hujan dan cahaya matahari langsung.
k) Untuk keamanan sampel
selama pengiriman, pastikan sampel-box terbuat dari kayu yang kuat, didalamnya
diberi bantalan, dibagian luar ditandai dengan : posisi atas, posisi bawah, dan
tulisan “fragile”.
12. Masukkan sisa core pada
core-box. Simpan core-box di tempat yang teduh dan terhindar dari hujan. Jika
core-box sudah penuh, lakukan pendokumentasian core-box dengan prosedur sebagai
berikut :
a) Pastikan core-box sudah memuat
informasi sebagai berikut : kode lubang bor, nama perusahaan, tanggal, nomor
box, run pengeboran, batas kedalaman tiap run, batas kedalaman dalam satu box,
kedalaman sampel, dan kedalaman core-loss. Tulisan harus terbaca dengan jelas.
b) Beri tanda pada papan
core-info dengan : kode lubang bor, nama perusahaan, nama proyek, lokasi,
tanggal, nomor box, run pengeboran, batas kedalaman tiap run, batas kedalaman
dalam satu box, dan kedalaman sampel. Tulisan harus terbaca dengan jelas.
c) Pastikan core dalam kondisi
bersih.
d) Siapkan pemotretan sisa
core, meliputi; pastikan core-box terkena cahaya yang cukup memadai dan
tidak terkena bayangan, gunakan warna netral untuk alas atau background cor-box
(misalnya : triplek).
e) Potret core-box dari arah
normal (tegak lurus). Pastikan satu core-box masuk dalam satu frame. Simpan
file photo di tempat yang semestinya dan buat file back-up nya. Kalau perlu
edit label-label yang ada pada core-box agar lebih mudah dapat di baca (Gambar
3)
f) Simpan core-box di
core-house dengan tinggi tumpukan maksimum per rak sebanyak 3 core-box (Gambar
4).
13. Jika pengeboran telah
selesai untuk satu titik bor, cantumkan tanggal selesai pada lembar deskripsi.
14. Olah data bor pada lembar
deskripsi ke dalam bentuk data softcopy (komputer) dan sajikan dalam bentuk
log-bor.
15. Serahkan semua data :
hardcopy, softcopy, dan photo-photo kepada Pemeriksa (Site Engineer).
16. Setelah selesai diperiksa,
perbaiki data dan log-bor, cantumkan nama pemeriksa dan tanggal diperiksa,
simpan file, cetak field sheet dan log bor lalu simpan dalam folder khusus
untuk digunakan sebagai sumber data.
Show Conversion Code Hide Conversion Code Show Emoticon Hide Emoticon